OJK

OJK Siapkan Langkah Awal Atasi BPR Bermasalah

OJK Siapkan Langkah Awal Atasi BPR Bermasalah
OJK Siapkan Langkah Awal Atasi BPR Bermasalah

JAKARTA - Upaya memperkuat stabilitas sektor perbankan nasional terus digencarkan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Salah satu langkah konkret yang kini menjadi perhatian regulator adalah memperkuat pengawasan terhadap Bank Perkreditan Rakyat (BPR) dan BPR Syariah (BPRS) melalui kebijakan sistem deteksi dini terhadap potensi masalah yang dapat mengancam keberlanjutan usaha bank-bank tersebut.

Hal ini ditegaskan oleh Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK, Dian Ediana Rae. Dalam konferensi pers yang digelar pada Rabu, 6 Agustus 2025, Dian menjelaskan bahwa OJK telah memiliki pedoman atau kebijakan exit policy yang dirancang khusus untuk menangani penyelesaian bank bermasalah, terutama yang berstatus BPR dan BPRS.

“OJK sudah memiliki pengaturan terkait exit policy untuk menyelesaikan bank-bank yang bermasalah, termasuk BPR/BPRS. Exit policy menekankan pada deteksi sejak awal terhadap permasalahan dan kondisi BPR atau BPRS yang dianggap membahayakan kelangsungan usaha,” ujar Dian.

Ia menekankan bahwa kebijakan ini berperan sebagai bagian dari sistem pengawasan yang bertujuan untuk menghindari krisis yang lebih besar dengan mendeteksi potensi masalah sejak dini. Dengan deteksi awal, regulator dapat mengarahkan langkah penyehatan sebelum bank tersebut sampai pada kondisi yang tidak dapat dipulihkan.

Langkah ini semakin relevan mengingat belakangan ini marak terjadi pencabutan izin usaha terhadap sejumlah BPR/BPRS. Oleh karena itu, sistem deteksi dini menjadi penting agar tindakan korektif bisa segera diambil oleh manajemen bank maupun otoritas.

Dian menyatakan, “Exit policy ini adalah bagian dari upaya penyehatan yang dilakukan untuk memperbaiki tingkat solvabilitas dan/atau likuiditas perbankan.”

Penerapan kebijakan ini juga menjadi jawaban atas dinamika yang terus berubah dalam sektor perbankan, khususnya di level BPR dan BPRS yang kerap mengalami tantangan dalam pengelolaan risiko dan struktur permodalan. Walaupun upaya pengawasan telah dilakukan, tetap ada potensi munculnya BPR/BPRS bermasalah di sisa tahun ini.

Namun demikian, Dian mengaku tidak dapat memprediksi apakah akan ada lagi BPR atau BPRS yang akan mengalami pencabutan izin usaha (CIU) dalam beberapa bulan ke depan. Menurutnya, situasi tersebut sangat bergantung pada perkembangan di lapangan dan tindakan penyehatan yang dilakukan oleh pihak internal bank.

“Jumlah tersebut juga dipengaruhi upaya penyehatan oleh pengurus dan/atau PSP (pemegang saham pengendali) BPR/BPRS yang tentunya juga diawasi OJK,” jelasnya.

Lebih lanjut, OJK akan terus menjalankan pengawasan yang ketat terhadap lembaga keuangan mikro ini sesuai dengan aturan yang berlaku. OJK menegaskan komitmennya dalam menjaga stabilitas sistem keuangan nasional sebagaimana yang telah diamanatkan dalam Undang-Undang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU PPSK).

Di tengah berbagai tantangan yang dihadapi industri BPR dan BPRS, kebijakan exit policy ini merupakan upaya preventif dan korektif sekaligus. Dengan adanya sistem ini, OJK tidak hanya merespons ketika masalah sudah terjadi, melainkan juga berperan aktif dalam mencegah memburuknya kondisi bank sejak tahap awal.

OJK juga mendorong keterlibatan aktif dari pengurus dan pemegang saham pengendali untuk mendukung proses penyehatan. Peran mereka sangat vital dalam menegakkan tata kelola dan menjaga keberlanjutan usaha perbankan skala kecil dan menengah yang menjadi tumpuan masyarakat di daerah.

Kebijakan ini sejalan dengan pendekatan OJK yang lebih bersifat forward-looking—yakni melihat ke depan dan mengantisipasi risiko sebelum menjadi ancaman nyata. Dengan demikian, sistem deteksi dini menjadi alat penting yang tidak hanya membantu OJK dalam tugas pengawasan, tetapi juga melindungi nasabah dan menjaga kepercayaan publik terhadap sistem perbankan nasional.

Selain menjalankan fungsi pengawasan, OJK juga mengajak masyarakat untuk lebih memahami peran BPR/BPRS sebagai bagian dari ekosistem keuangan Indonesia. Sebagai lembaga keuangan yang dekat dengan sektor usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM), keberlangsungan BPR/BPRS sangat penting untuk mendukung pertumbuhan ekonomi inklusif.

Melalui penguatan regulasi dan pengawasan berbasis risiko, serta peningkatan transparansi dan tata kelola yang baik, OJK berharap ke depan jumlah BPR/BPRS bermasalah dapat ditekan, dan lembaga-lembaga ini mampu memberikan kontribusi lebih besar bagi perekonomian nasional.

OJK menyadari bahwa stabilitas sistem keuangan tidak hanya ditentukan oleh bank besar, tetapi juga oleh ribuan BPR dan BPRS yang tersebar di seluruh Indonesia. Oleh sebab itu, kebijakan seperti exit policy dan sistem deteksi dini menjadi semakin krusial dalam menjaga ketahanan sektor keuangan secara menyeluruh.

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index