JAKARTA Harga emas dunia kembali menunjukkan penguatan setelah sempat mengalami penurunan ke level terendah dalam sebulan terakhir. Kenaikan ini terjadi di tengah gelombang kekhawatiran pasar atas kebijakan tarif baru yang diumumkan Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, yang menimbulkan ketidakpastian dalam perdagangan internasional. Pergerakan ini menegaskan peran emas sebagai aset safe haven yang selalu menjadi pilihan investor ketika pasar global sedang mengalami gejolak.
Pada perdagangan Kamis, harga emas spot naik sekitar 0,64% ke level US$ 3.296 per ons, menandai pemulihan setelah sebelumnya pada hari Rabu harga emas menyentuh titik terendah sejak 30 Juni di angka US$ 3.267,79 per ons. Meski begitu, kontrak berjangka emas AS justru tercatat turun tipis 0,2% ke US$ 3.287, menunjukkan volatilitas yang masih terus terjadi di pasar logam mulia.
Analis pasar dari KCM Trade, Tim Waterer, memberikan pandangan bahwa harga emas yang bergerak di bawah level US$ 3.300 kembali menjadi magnet bagi para investor. “Harga emas di bawah US$ 3.300 dianggap sebagai peluang beli menarik di tengah ketidakpastian ekonomi global saat ini,” ujar Waterer. Hal ini karena emas dikenal sebagai aset yang relatif aman ketika pasar menghadapi ketegangan ekonomi dan politik.
Salah satu pemicu utama penguatan harga emas adalah serangkaian pengumuman tarif baru oleh pemerintah AS. Pada Rabu, Presiden Trump mengumumkan kebijakan yang menghapus pengecualian untuk pengiriman barang bernilai kecil dari luar negeri. Selain itu, Trump juga menetapkan tarif 15% atas produk impor dari Korea Selatan dan tarif 25% untuk produk asal India yang mulai berlaku pada Jumat (1/8).
Pengumuman ini menjadi sentimen negatif bagi pasar global, memicu kekhawatiran akan eskalasi perang dagang yang dapat mengganggu pertumbuhan ekonomi dunia. "Ancaman tarif tambahan dari pemerintahan AS semakin memperkuat posisi emas sebagai instrumen safe haven," tambah Waterer.
Selain dari kebijakan tarif, sentimen lain yang turut memengaruhi harga emas adalah keputusan Federal Reserve (The Fed) untuk mempertahankan suku bunga acuannya. Ketua The Fed, Jerome Powell, memberikan pernyataan yang mengurangi ekspektasi pasar terhadap pemangkasan suku bunga pada pertemuan berikutnya, khususnya pada September mendatang. Keputusan ini menunjukkan sikap hati-hati The Fed dalam merespons kondisi ekonomi yang sedang penuh ketidakpastian.
Secara historis, harga emas cenderung bergerak positif ketika suku bunga rendah dan risiko ketidakpastian meningkat. Hal ini karena emas tidak memberikan imbal hasil berupa bunga, sehingga ketika suku bunga turun, biaya peluang memegang emas menjadi lebih rendah, menjadikannya pilihan investasi yang menarik.
Dalam konteks teknikal, menurut Waterer, level support di kisaran US$ 3.250 per ons saat ini menjadi titik kunci yang harus dipertahankan agar harga emas tidak kembali turun lebih dalam. Jika level ini gagal dipertahankan, potensi penurunan menuju US$ 3.200 terbuka lebar, yang bisa memicu aksi jual lebih lanjut.
Pasar kini juga sedang menunggu rilis data indeks harga pengeluaran konsumsi pribadi (PCE) inti AS yang akan diumumkan dalam waktu dekat. Survei Reuters memperkirakan angka tersebut akan menunjukkan kenaikan sebesar 0,3% secara bulanan dan 2,7% secara tahunan. Data ini sangat penting karena menjadi indikator inflasi utama yang dipantau oleh The Fed untuk menentukan arah kebijakan moneter ke depan.
Selain emas, logam mulia lainnya menunjukkan pergerakan yang beragam. Harga perak tercatat mengalami penurunan tipis sebesar 0,3% ke US$ 37 per ons. Sebaliknya, platinum menunjukkan kenaikan sebesar 0,6% ke level US$ 1.320,98 per ons. Sedangkan palladium melonjak cukup signifikan hingga 2,5% ke US$ 1.234,77 per ons. Dinamika ini mencerminkan reaksi berbeda dari investor terhadap berbagai faktor ekonomi dan geopolitik yang memengaruhi masing-masing logam mulia.
Reaksi pasar yang beragam pada logam mulia ini dapat dipengaruhi oleh permintaan industri dan sentimen risiko yang berbeda-beda. Palladium, misalnya, banyak digunakan dalam industri otomotif untuk katalisator, sehingga kenaikan harga dapat mencerminkan ekspektasi pertumbuhan sektor tersebut.
Secara keseluruhan, kenaikan harga emas menandakan bahwa pelaku pasar masih memilih instrumen yang dapat menjadi pelindung nilai di tengah ketidakpastian global yang meningkat. Risiko eskalasi perang dagang antara Amerika Serikat dengan mitra dagang utamanya serta kebijakan moneter yang cenderung berhati-hati memberikan dorongan kuat bagi harga logam mulia ini.
Investor dan pelaku pasar kini tetap waspada memantau perkembangan tarif baru yang diumumkan oleh AS, serta data ekonomi yang akan dirilis, yang dapat menentukan arah pergerakan harga emas dan logam mulia lainnya ke depan.
Di tengah situasi ini, emas kembali menegaskan perannya sebagai “safe haven” yang andal, menjadi instrumen investasi yang tidak hanya menyimpan nilai tapi juga menjadi pelindung kekayaan saat pasar global mengalami ketidakpastian dan ketegangan.