JAKARTA - Upaya menciptakan masa depan energi yang bersih dan berkelanjutan di Indonesia tidak lagi sebatas rencana di atas kertas. Kini, langkah konkret mulai diambil dengan melibatkan kawasan konservasi sebagai bagian dari solusi energi nasional. Salah satu wujud nyata dari pendekatan inovatif ini terlihat dalam sinergi antara pemanfaatan energi panas bumi dan pelestarian lingkungan di kawasan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGGP).
Inisiatif ini mencerminkan semangat Asta Cita, visi pembangunan nasional yang menempatkan kemandirian energi berbasis sumber daya domestik sebagai salah satu tujuan utama. Dalam konteks ini, panas bumi muncul sebagai sumber energi terbarukan yang tidak hanya menjanjikan keandalan pasokan, tetapi juga berkontribusi terhadap pengurangan emisi karbon.
Sebagai bagian dari upaya memperkuat pemahaman publik terhadap isu ini, Balai Besar TNGGP bekerja sama dengan Direktorat Panas Bumi, Direktorat Jenderal Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi (EBTKE), Kementerian ESDM, menggelar Media Gathering di Kantor BBTNGGP, Jawa Barat. Acara ini menjadi ajang strategis untuk menyampaikan pesan penting: pemanfaatan energi dan pelestarian alam bukan dua hal yang saling bertentangan, melainkan bisa saling melengkapi.
- Baca Juga Pemimpin Transisi Energi Bersih
“Konservasi dan pembangunan dapat berjalan seiring sebagai dua pilar kemajuan yang saling melengkapi,” ungkap Ir. Arief Mahmud, M.Si., Kepala Balai Besar TNGGP. Ia menegaskan bahwa di era transisi energi, Indonesia punya peluang besar untuk menjaga kelestarian lingkungan sekaligus mengelola sumber daya secara berkelanjutan.
Lebih jauh, Arief menambahkan bahwa kunci keberhasilan terletak pada prinsip pengelolaan yang ekologis, dialogis, dan partisipatif—di mana seluruh pemangku kepentingan dilibatkan sejak awal. Menurutnya, proyek panas bumi di kawasan TNGGP menjadi bukti nyata bahwa kolaborasi yang harmonis antara masyarakat, pemerintah, dan pelaku usaha bisa diwujudkan tanpa mengorbankan kelestarian lingkungan.
Pengembangan panas bumi di kawasan konservasi didukung oleh kerangka hukum yang jelas. Undang-Undang No. 21 Tahun 2014 tentang Panas Bumi memberikan payung hukum untuk eksplorasi dan pemanfaatan energi panas bumi di kawasan konservasi, dengan catatan bahwa kegiatan tersebut dilakukan secara bertanggung jawab dan berkelanjutan.
Pelaksanaan teknis di lapangan diatur lebih rinci melalui Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Permen LHK) No. P.4 Tahun 2019, yang menetapkan mekanisme pemanfaatan jasa lingkungan panas bumi di taman nasional, taman wisata alam, dan taman hutan raya. Regulasi ini menekankan pentingnya menjaga fungsi konservasi dalam setiap tahapan proyek.
TNGGP sendiri, sebagai Unit Pelaksana Teknis (UPT) di bawah Direktorat Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem (KSDAE), Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, menjalankan peran penting dalam memastikan proses eksplorasi tetap sejalan dengan prinsip pengelolaan kawasan berkelanjutan. Dalam proyek di Cipanas, Kabupaten Cianjur salah satu Wilayah Kerja Panas Bumi (WKP) yang telah ditetapkan oleh Kementerian ESDM melalui Keputusan Menteri No. 2778 K/30/MEM/2014 pengelolaan dilakukan dengan pendekatan kehati-hatian tinggi.
Eksplorasi oleh PT Daya Mas Geopatra Pangrango (DMGP) dimulai sejak 2022, dan dilakukan di area yang sangat terbatas, hanya sekitar 0,02% dari total luas kawasan TNGGP. Wilayah tersebut terletak di zona pemanfaatan dan bukan hutan primer, melainkan lahan eksisting yang sebelumnya digunakan untuk budidaya oleh masyarakat lokal.
“Ini bukan hutan primer yang dibuka, melainkan lahan eksisting yang telah digunakan untuk budidaya. Tidak ada penggusuran; justru masyarakat kami libatkan dan rangkul sebagai mitra konservasi,” jelas Arief. Ia menekankan bahwa kemitraan ini menjadi kunci dalam memastikan proyek berjalan secara inklusif dan berkelanjutan.
Dari sisi manfaat, pengembangan panas bumi di Cipanas membawa dampak nyata bagi lingkungan dan masyarakat. Andi Susmanto, S.T., M.Si., Subkoordinator Penyiapan dan Evaluasi Wilayah Kerja Panas Bumi di Kementerian ESDM, menyatakan bahwa proyek ini bukan hanya soal energi, tapi juga tentang pemberdayaan.
“Proyek ini membuka peluang edukasi tentang energi terbarukan, mendorong pelatihan keterampilan teknis, dan memfasilitasi alih teknologi,” ujarnya. Tak hanya itu, ia menambahkan bahwa proyek juga menciptakan lapangan kerja, mendukung pertumbuhan ekonomi lokal, serta meningkatkan infrastruktur.
Lebih penting lagi, panas bumi merupakan sumber energi yang stabil dan ramah lingkungan. Tidak menghasilkan emisi gas rumah kaca maupun limbah berbahaya, energi ini dinilai sebagai solusi ideal untuk mendukung transisi energi bersih secara nasional.
Andi pun menegaskan bahwa keberhasilan pengembangan energi panas bumi sangat bergantung pada sinergi lintas sektor. “Keterlibatan aktif pemerintah, pelaku usaha, pengelola kawasan konservasi, dan masyarakat adalah fondasi utama untuk memastikan proyek berjalan tidak hanya efisien secara teknis, tetapi juga berkelanjutan secara sosial dan ekologis,” pungkasnya.
Dengan sinergi yang kuat dan komitmen terhadap prinsip-prinsip pelestarian, Indonesia menunjukkan bahwa masa depan energi dan masa depan lingkungan dapat berjalan seiring. TNGGP dan proyek panas bumi di Cipanas adalah salah satu contoh nyata bahwa solusi masa depan tidak harus mengorbankan alam melainkan merangkulnya.