AAJI

AAJI dan OJK Genjot Penetrasi Asuransi

AAJI dan OJK Genjot Penetrasi Asuransi
AAJI dan OJK Genjot Penetrasi Asuransi

JAKARTA - Industri asuransi jiwa di Indonesia terus menghadapi berbagai tantangan struktural meski pertumbuhan ekonomi dan transformasi digital berjalan dinamis. Tingkat penetrasi asuransi nasional yang baru mencapai 2,72% menurut data Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencerminkan pekerjaan rumah besar bagi pelaku industri, regulator, dan masyarakat luas.

Di balik angka yang masih rendah tersebut, terdapat kompleksitas yang harus dijawab dengan pendekatan lintas sektor. Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI) memetakan sejumlah tantangan utama yang selama ini menghambat peningkatan kepemilikan produk asuransi oleh masyarakat, baik dari sisi permintaan maupun penawaran.

Karin Zulkarnaen, Kepala Departemen Komunikasi AAJI, menjelaskan bahwa salah satu hambatan signifikan adalah masih rendahnya literasi keuangan, khususnya di sektor perasuransian. Berdasarkan Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan (SNLIK) 2025, indeks literasi untuk sektor ini hanya mencapai 45,45%.

“Ini artinya, masih banyak masyarakat yang belum benar-benar memahami pentingnya proteksi melalui asuransi, atau mungkin belum mengetahui bagaimana cara mendapatkan produk yang sesuai,” kata Karin saat konferensi pers AAJI di Jakarta Pusat.

Namun, menurut Karin, tantangan tidak hanya berhenti pada soal pemahaman. Kemudahan dalam mengakses produk asuransi juga masih menjadi kendala. Meski sudah terjadi pergeseran ke arah digitalisasi, belum semua wilayah dan segmen masyarakat bisa menikmati kemudahan tersebut.

“Jadi, masyarakat sebenarnya sudah sadar akan perlunya asuransi. Tapi, semudah apa membeli produknya? Hal ini juga menjadi tantangan,” lanjutnya.

AAJI menyoroti ketimpangan akses terhadap produk asuransi, yang lebih banyak dirancang untuk masyarakat perkotaan. Produk-produk yang beredar dinilai belum banyak menyentuh kebutuhan masyarakat di daerah-daerah dengan karakteristik sosial ekonomi yang berbeda.

“Saat ini, mayoritas produk itu memang didesain lebih banyak untuk kota besar. Itu juga jadi pekerjaan rumah bagi perusahaan asuransi,” tutur Karin. “Artinya, produk perlu disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat di masing-masing daerah.”

Fleksibilitas dalam desain produk dan skema pembayaran premi juga menjadi hal yang harus dipertimbangkan perusahaan asuransi. Dalam banyak kasus, kata Karin, meskipun masyarakat sudah memiliki keinginan untuk membeli, tarif premi yang dirasa terlalu tinggi menjadi penghalang.

“Jadi, sudah butuh dan mau beli, tetapi tarif preminya cocok atau tidak,” ujarnya, menekankan perlunya segmentasi harga agar inklusi keuangan bisa lebih menyeluruh.

Sementara itu, dari sisi regulator, OJK mencermati bahwa tantangan pada tahun ini juga diperparah oleh kondisi eksternal, terutama ketidakpastian global. Kepala Eksekutif Pengawasan Perasuransian, Penjaminan dan Dana Pensiun OJK, Ogi Prastomiyono, menilai bahwa meskipun lingkungan global kurang kondusif, optimisme pertumbuhan tetap tinggi.

Dalam penjelasan tertulis yang disampaikan melalui Rapat Dewan Komisioner (RDK) OJK, Ogi menekankan bahwa peta jalan industri asuransi sudah disiapkan untuk menghadapi tantangan struktural sekaligus menopang rencana pembangunan nasional jangka menengah.

“Industri asuransi bergerak untuk terus bertumbuh dengan banyaknya aktivitas pembenahan yang dilakukan dalam beberapa tahun terakhir. Ini bermuara pada kembalinya kepercayaan masyarakat terhadap industri asuransi,” katanya.

OJK sendiri telah mengambil berbagai langkah strategis untuk mempercepat pemulihan dan pertumbuhan sektor ini. Inisiatif seperti penguatan permodalan perusahaan, pemisahan unit usaha syariah (spin-off), serta pembentukan peraturan pemerintah menjadi elemen penting dalam membangun ekosistem asuransi yang sehat.

Selain itu, Ogi menilai bahwa dorongan terhadap digitalisasi dan pengembangan produk yang lebih inovatif akan sangat membantu dalam menjangkau masyarakat lebih luas. Dalam konteks ini, OJK juga menegaskan pentingnya literasi dan edukasi publik yang lebih sistematis dan berkelanjutan.

“OJK mendorong industri asuransi untuk dapat lebih baik lagi dalam menyediakan produk yang berdasar atas kebutuhan masyarakat, serta melakukan kegiatan literasi melalui berbagai program edukasi,” kata Ogi.

Langkah-langkah ini diharapkan bisa memperbaiki tingkat kepercayaan publik dan mendorong minat terhadap produk asuransi di tengah masyarakat. Sinergi antara inovasi produk, kemudahan akses, harga yang terjangkau, dan peningkatan literasi menjadi formula utama untuk memperbesar penetrasi pasar.

Jika perusahaan asuransi mampu merespons tantangan-tantangan tersebut secara adaptif, dan regulator terus menjaga arah transformasi industri, maka sektor ini berpeluang menjadi salah satu penggerak penting stabilitas dan perlindungan ekonomi nasional.

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index