JAKARTA - Penyakit Hepatitis B masih menjadi salah satu persoalan serius dalam sistem kesehatan Indonesia. Berdasarkan data yang dirilis oleh Kementerian Kesehatan (Kemenkes), sekitar 6,7 juta penduduk di Tanah Air telah terinfeksi virus Hepatitis B, angka yang menandakan bahwa penyebaran virus ini belum terkendali secara optimal.
Fakta ini mencerminkan urgensi tindakan lebih komprehensif dari semua pihak dalam menghadapi penyakit yang dapat berkembang menjadi komplikasi serius seperti sirosis dan kanker hati. Pemerintah melalui Kemenkes pun mengambil langkah konkret dengan memperluas cakupan vaksinasi serta meningkatkan upaya edukasi ke masyarakat luas.
Hepatitis B, yang disebabkan oleh virus Hepatitis B (HBV), dapat menginfeksi hati dalam bentuk akut maupun kronis. Infeksi kronis inilah yang paling berbahaya karena dapat berujung pada penyakit hati kronis yang mengancam jiwa. Penularan utamanya terjadi dari ibu ke anak saat proses kelahiran, melalui kontak darah, dan perilaku berisiko lainnya.
- Baca Juga Strategi Arbitrase di Pasar Crypto
Kemenkes menegaskan bahwa strategi nasional penanggulangan hepatitis kini lebih difokuskan pada pencegahan dini melalui imunisasi serta deteksi dan penanganan dini infeksi. Perluasan cakupan vaksinasi tidak hanya menargetkan bayi dan anak-anak, tetapi juga kelompok populasi yang memiliki risiko tinggi.
“Upaya ini harus menjadi gerakan bersama seluruh elemen bangsa: pemerintah, swasta, akademisi, komunitas, dan media untuk memutus rantai penularan dan mewujudkan Indonesia bebas hepatitis,” tegas Dr. Budi.
Menurutnya, dampak Hepatitis B tidak sebatas pada kesehatan individu saja, namun berdampak lebih luas terhadap produktivitas nasional dan beban sistem layanan kesehatan. Oleh sebab itu, Kemenkes mengambil pendekatan multiprong yang mencakup empat area strategis:
1. Vaksinasi Dosis Lahir
Salah satu langkah pencegahan yang sangat penting adalah pemberian vaksin Hepatitis B dosis pertama dalam waktu 24 jam setelah bayi dilahirkan. “Ini krusial untuk mencegah penularan dari ibu ke bayi, yang merupakan rute penularan paling umum dan seringkali berakibat fatal,” ungkap Dr. Budi.
Program ini sudah menjadi bagian dari imunisasi dasar lengkap, namun tantangan di lapangan membuat pelaksanaannya belum merata di seluruh wilayah Indonesia.
2. Catch-up Vaccination untuk Anak dan Remaja
Masih banyak anak-anak dan remaja di Indonesia yang belum mendapatkan vaksinasi Hepatitis B secara lengkap. Oleh karena itu, pemerintah meluncurkan program catch-up vaccination yang berfokus pada pemberian imunisasi di lingkungan sekolah dan pusat layanan kesehatan masyarakat.
Program ini bertujuan untuk menutup celah kekebalan populasi dan mencegah penyebaran virus di kalangan generasi muda yang sangat rentan.
3. Vaksinasi Kelompok Berisiko Tinggi
Selain anak-anak, Kemenkes juga memprioritaskan pemberian vaksin kepada kelompok yang memiliki risiko tinggi terpapar Hepatitis B. Ini termasuk petugas kesehatan, individu dengan riwayat kontak erat dengan penderita Hepatitis B, serta kelompok dengan perilaku berisiko tinggi. Langkah ini diharapkan dapat menekan angka penyebaran di sektor-sektor vital dan populasi rentan.
4. Skrining dan Tata Laksana Hepatitis
Tak hanya fokus pada vaksinasi, Kemenkes juga memperkuat program skrining untuk deteksi dini. Skrining terutama dilakukan terhadap ibu hamil agar dapat dilakukan intervensi tepat guna mencegah penularan kepada janin. Selain itu, pengobatan untuk hepatitis C dengan teknologi Direct Acting Antiviral (DAA) juga telah tersedia di 71 rumah sakit yang tersebar di 56 kabupaten/kota.
Namun, di balik strategi yang sudah tersusun rapi, pemerintah tetap menghadapi tantangan dalam pelaksanaannya. Tantangan paling krusial menurut Kemenkes adalah edukasi masyarakat yang masih rendah terkait bahaya Hepatitis B.
“Edukasi masih menjadi pekerjaan rumah terbesar. Masih banyak masyarakat yang belum sepenuhnya memahami bahaya Hepatitis B dan pentingnya vaksinasi,” ujar Dr. Budi menekankan.
Untuk menjawab tantangan ini, Kemenkes merancang kampanye masif bertajuk “Indonesia Bebas Hepatitis B”. Kampanye ini dirancang untuk menjangkau berbagai lapisan masyarakat dan melibatkan banyak pemangku kepentingan. Kemenkes akan bekerja sama dengan organisasi masyarakat, tokoh agama, akademisi, hingga media massa untuk menyampaikan pesan edukatif secara luas dan konsisten.
Peluncuran kampanye ini akan berfokus pada peningkatan kesadaran publik mengenai pentingnya vaksinasi dan pemeriksaan kesehatan secara berkala. Diharapkan melalui peningkatan literasi kesehatan masyarakat, angka infeksi bisa ditekan dan stigma terhadap penderita hepatitis bisa dikurangi.
Kemenkes juga berupaya melakukan pendekatan berbasis komunitas agar intervensi kesehatan menjadi lebih tepat sasaran. Penyuluhan dan layanan vaksinasi akan ditingkatkan di daerah-daerah dengan prevalensi tinggi maupun daerah 3T (tertinggal, terdepan, dan terluar) agar tidak ada warga negara yang tertinggal dari upaya pencegahan ini.
Dengan komitmen penuh dari pemerintah dan kolaborasi seluruh elemen masyarakat, harapan untuk menekan angka infeksi Hepatitis B di Indonesia semakin terbuka lebar. Perubahan nyata diharapkan dapat tercapai jika seluruh pihak terlibat aktif dalam mendukung program vaksinasi dan pencegahan ini.
“Kita harus bergerak cepat. Masa depan jutaan anak bangsa bergantung pada tindakan kita hari ini,” pungkas Dr. Budi dengan penuh optimisme dan semangat gotong royong.