Dokter

Dokter Ungkap Peluang Hamil Meski Kena Kanker Serviks

Dokter Ungkap Peluang Hamil Meski Kena Kanker Serviks
Dokter Ungkap Peluang Hamil Meski Kena Kanker Serviks

JAKARTA - Menghadapi diagnosis kanker serviks seringkali menjadi momen sulit bagi banyak perempuan, terlebih bagi mereka yang masih memiliki harapan untuk memiliki keturunan. Di tengah kecemasan akan kesehatan, muncul pertanyaan besar: apakah kehamilan masih mungkin terjadi setelah terdiagnosis kanker serviks? Meski terdengar kompleks, jawabannya tidak sepenuhnya mustahil. Berkat kemajuan medis, beberapa pasien kanker serviks tetap memiliki peluang untuk hamil, tergantung pada stadium kanker dan jenis perawatan yang dijalani.

Data dari American Cancer Society menunjukkan bahwa sekitar 13.360 kasus baru kanker serviks terdiagnosis setiap tahun di Amerika Serikat. Tidak seperti jenis kanker lainnya yang kerap menyerang usia lanjut, kanker serviks justru lebih umum ditemukan pada perempuan muda, khususnya antara usia 35 hingga 44 tahun. Bahkan, dalam kasus kanker serviks tipe GCCC (glass cell cervical cancer), usia rata-rata diagnosis bisa terjadi satu dekade lebih awal.

Fakta ini menjadi penting karena menyangkut masa produktif perempuan dalam hal kesuburan. Maka dari itu, mengetahui kemungkinan dan langkah medis yang bisa diambil untuk tetap menjaga potensi kehamilan sangatlah krusial.

Ketika Diagnosis Tak Menutup Harapan

Diagnosis kanker serviks bukan berarti semua harapan menjadi ibu akan sirna. Beberapa perempuan masih memiliki peluang untuk mengandung dan melahirkan, baik secara alami maupun dengan bantuan teknologi reproduksi.

Namun demikian, tidak semua kondisi memberikan ruang yang sama. Pada kasus kanker serviks stadium lanjut, pasien sering kali membutuhkan perawatan intensif yang berdampak langsung pada sistem reproduksi. Dalam situasi tersebut, kehamilan mungkin tidak lagi memungkinkan. Meski begitu, pasangan tetap memiliki alternatif lain untuk membangun keluarga.

Pendekatan Medis untuk Pertahankan Kesuburan

Bagi perempuan yang didiagnosis dengan kanker serviks pada stadium awal atau ditemukan adanya sel prakanker di serviks, sejumlah metode pengobatan bisa dilakukan dengan pendekatan yang tetap mempertimbangkan fungsi kesuburan. Pendekatan ini memungkinkan pasien untuk tetap bisa mempertahankan kandungan hingga cukup bulan.

Menurut Dr. Catherine Gordon, direktur medis di Fertility Center of Southern California, jika tim onkologi menilai bahwa metode mempertahankan kesuburan masih dapat dilakukan, ada dua prosedur yang lazim diterapkan.

Pertama adalah biopsi kerucut pisau dingin, yakni pengangkatan bagian serviks yang terinfeksi kanker secara terbatas, tanpa mengganggu bagian rahim.

Kedua, metode yang lebih kompleks adalah trakelektomi radikal, yakni pengangkatan seluruh bagian serviks namun menyisakan area yang terhubung langsung dengan rahim. Prosedur ini juga melibatkan pemasangan jahitan penguat yang disebut serklase, guna menciptakan struktur penyangga layaknya serviks alami.

"Serklase menciptakan semacam serviks semu untuk menutup rahim dari vagina," jelas Gordon.

Namun, pasien yang menjalani trakelektomi radikal memerlukan pemantauan ketat selama kehamilan dari tim spesialis ibu dan janin berisiko tinggi, serta dari dokter onkologi mereka.

Histerektomi dan Perawatan Lanjutan

Sebagian besar perempuan dengan kanker serviks stadium menengah hingga lanjut akan disarankan menjalani histerektomi, yakni operasi pengangkatan rahim dan serviks. Dalam histerektomi radikal, jaringan di sekitar serviks serta sebagian vagina turut diangkat. Tidak jarang, prosedur ini juga melibatkan pengangkatan ovarium, tuba falopi, serta kelenjar getah bening di sekitar area kanker.

Setelah prosedur bedah, pasien biasanya masih harus menjalani terapi radiasi, kemoterapi, atau kombinasi keduanya, untuk memastikan tidak ada penyebaran sel kanker lebih lanjut. Pada kasus kanker yang dicurigai telah menyebar ke kelenjar getah bening, waktu sangat krusial, dan terapi lanjutan perlu dimulai tanpa menunggu pemulihan total pascaoperasi.

Perawatan kombinasi meliputi radiasi sinar eksternal, brakiterapi (radiasi internal menggunakan benih radioaktif), dan kemoterapi. Meski tampak agresif, langkah ini penting untuk mencegah kekambuhan dan metastasis.

Opsi Reproduksi Melalui Teknologi

Kabar baiknya, bagi perempuan yang harus menjalani histerektomi dan kehilangan kemampuan untuk hamil secara alami, teknologi masih menyediakan jalan lain: pembekuan sel telur.

Sebelum memulai terapi radiasi atau kemoterapi, dokter dapat segera melakukan proses kriopreservasi oosit—yakni pengambilan dan pembekuan sel telur untuk digunakan di kemudian hari melalui program fertilisasi in vitro (IVF).

Menurut pengalaman klinis, proses ini dilakukan dalam waktu cepat. Pasien menyuntikkan hormon selama tiga minggu untuk merangsang produksi sel telur. Setelahnya, sel telur dikumpulkan, dibuahi dengan sperma, dan disimpan hingga pasien siap menjalani proses kehamilan, biasanya melalui ibu pengganti (surrogate mother), jika rahim sudah tidak lagi tersedia.

Kesimpulan: Diagnosis Bukan Akhir Segalanya

Mendapatkan kabar tentang kanker serviks tentu mengguncang mental dan rencana hidup, terlebih bagi perempuan yang masih ingin menjadi ibu. Namun, kabar baiknya, harapan tetap ada.

Dengan diagnosis yang tepat waktu dan pilihan perawatan yang mempertimbangkan kesuburan, sebagian perempuan masih bisa menjalani kehamilan. Bahkan, bagi mereka yang kehilangan rahim, teknologi reproduksi seperti IVF dan pembekuan sel telur menawarkan peluang untuk tetap membangun keluarga.

Keputusan medis terbaik selalu harus melibatkan diskusi terbuka antara pasien dan tim medis. Oleh karena itu, sangat penting untuk segera melakukan skrining dan berkonsultasi dengan dokter sejak dini, agar peluang untuk mempertahankan kesuburan tetap terbuka selebar mungkin.

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index