JAKARTA - Kembalinya Massimiliano Allegri ke kursi pelatih AC Milan menjadi perhatian besar para pecinta sepak bola Italia. Namun alih-alih menjanjikan prestasi spektakuler, sang pelatih memilih pendekatan realistis: membangun ulang fondasi tim dan menargetkan kembali ke kompetisi Liga Champions. Dalam periode keduanya bersama Rossoneri, Allegri menyadari bahwa tantangan yang dihadapi kini jauh berbeda dari satu dekade lalu.
Setelah sempat menganggur usai berpisah dari Juventus, Allegri kini dipercaya menangani Milan untuk menggantikan Sergio Conceicao. Manajemen klub memutuskan menunjuknya berdasarkan pengalaman panjang dan rekam jejaknya, termasuk keberhasilannya mempersembahkan gelar Scudetto di musim debutnya bersama Milan pada 2010 silam.
Kendati demikian, Allegri tidak tergoda untuk menjanjikan pencapaian serupa. Ia bahkan secara terbuka mengakui bahwa target utamanya kali ini bukan trofi domestik, melainkan membawa AC Milan kembali bersaing di kompetisi Eropa.
“Target musim ini adalah kembali ke Liga Champions karena klub seperti AC Milan harus bermain di Eropa," ujar Allegri.
Pernyataan itu menjadi gambaran jelas bahwa sang pelatih menyadari sepenuhnya realitas yang tengah dihadapi oleh Milan. Finis di posisi kedelapan pada klasemen Serie A musim lalu membuat klub kehilangan kesempatan tampil di kompetisi Eropa musim ini. Kondisi ini tentu menjadi pukulan telak bagi tim sebesar AC Milan yang dikenal memiliki sejarah panjang di panggung internasional.
Allegri juga mengingatkan bahwa ekspektasi terhadap dirinya tak seharusnya dibangun dari keberhasilan masa lalu. Sebab, menurutnya, klub yang ia tangani sekarang berbeda dengan Milan yang dulu.
“Sudah lebih dari satu dekade sejak saya pertama kali menangani Milan. Situasinya jelas berbeda sekarang. Banyak yang telah berubah, tidak hanya di Milan tetapi juga di dunia sepak bola," ujarnya.
Pernyataan Allegri tersebut menegaskan pendekatan realistis yang ia ambil. Ia tidak ingin menjanjikan trofi di musim perdananya kembali. Baginya, membangun ulang pondasi tim yang sempat goyah menjadi prioritas utama. Mengembalikan mentalitas, identitas permainan, serta stabilitas di ruang ganti adalah proses penting yang harus ditempuh sebelum menargetkan sesuatu yang lebih besar.
Selama periode pertamanya di Milan, Allegri dikenal mampu membentuk skuad yang solid dan kompetitif. Kini, tantangan itu kembali muncul, terutama setelah penurunan performa signifikan yang dialami klub. Kekalahan demi kekalahan di musim lalu membuat Milan tak hanya kehilangan tempat di zona Eropa, tetapi juga kepercayaan diri di lapangan.
Sebagai bentuk keseriusan untuk memperbaiki kondisi tersebut, manajemen klub pun telah menyodorkan kontrak berdurasi dua tahun kepada Allegri, dengan opsi perpanjangan satu tahun. Langkah ini menjadi sinyal bahwa klub memberi waktu bagi sang pelatih untuk melakukan pembenahan menyeluruh.
Tak hanya itu, Rossoneri juga tengah aktif mendekati sejumlah pemain baru guna memperkuat komposisi skuad. Dukungan dari manajemen dalam hal perekrutan menjadi modal penting bagi Allegri untuk membangun tim yang kompetitif dan bisa bersaing di papan atas.
Dengan target finis di empat besar sebagai tujuan utama, Allegri ingin memastikan bahwa Milan kembali ke jalur yang benar. Meskipun tak menutup kemungkinan untuk tampil lebih baik dari ekspektasi, namun fokus utamanya tetap realistis: mengamankan tiket Liga Champions 2026-2027.
“Tujuan utamanya tetap sama, yaitu mengembalikan klub ini ke tempatnya semula, yaitu Liga Champions," tegasnya.
Sikap Allegri yang tenang dan rasional ini bisa menjadi nilai tambah bagi tim. Dalam dunia sepak bola yang seringkali dipenuhi tekanan dan ekspektasi instan, pendekatan pragmatisnya bisa memberikan stabilitas jangka panjang. Ia memahami bahwa membangun kesuksesan tak bisa dilakukan dalam semalam. Diperlukan perencanaan matang, strategi jangka panjang, serta kesabaran dari seluruh pihak.
Kepulangan Allegri ke San Siro juga membawa nuansa nostalgia. Bagi sebagian fans, kembalinya pelatih yang pernah membawa Milan meraih kejayaan tentu menumbuhkan harapan baru. Namun Allegri sendiri tak ingin terbebani romantisme masa lalu. Ia lebih memilih bekerja keras dari bawah dan membuktikan bahwa dirinya masih relevan dalam dunia kepelatihan modern.
Kekalahan Milan dalam beberapa musim terakhir menjadi pengingat bahwa kebesaran nama saja tak cukup. Konsistensi, kedalaman skuad, dan kecermatan taktik adalah elemen-elemen krusial yang harus kembali dihidupkan. Allegri, dengan segala pengalamannya, diyakini mampu membawa stabilitas yang dibutuhkan tim.
Rossoneri yang kini membawa 26 pemain ke Singapura untuk melakoni laga pramusim kontra Arsenal juga menjadi awal dari rezim baru Allegri. Kemenangan di laga uji coba tentu bisa menjadi pelecut semangat, tetapi perjalanan panjang menuju empat besar akan membutuhkan kerja keras lebih dari sekadar hasil pramusim.
Kini semua mata tertuju pada bagaimana Allegri menjalankan musim perdananya kembali di Milan. Dengan target yang terukur dan pendekatan yang realistis, Milan berharap bisa kembali menancapkan eksistensinya di panggung Eropa. Dan bila fondasi itu berhasil dibangun dengan baik, bukan tak mungkin Scudetto bisa kembali menjadi target di musim-musim berikutnya.