Asuransi

OJK Perkuat Pengawasan demi Sehatkan Industri Asuransi

OJK Perkuat Pengawasan demi Sehatkan Industri Asuransi
OJK Perkuat Pengawasan demi Sehatkan Industri Asuransi

JAKARTA - Langkah Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menempatkan enam perusahaan asuransi dan reasuransi dalam status pengawasan khusus bukan semata bentuk peringatan, tetapi menjadi cermin atas kondisi laten yang menuntut perhatian serius. Pengamat asuransi Wahju Rohmanti menyampaikan bahwa penyelesaian persoalan di tubuh industri ini tidak bisa disamakan satu sama lain, melainkan harus dimulai dengan membedah akar persoalan yang diibaratkan sebagai “jenis penyakit” yang diderita masing-masing perusahaan.

Pernyataan tersebut menegaskan pentingnya diagnosis yang akurat agar penanganan dapat dilakukan dengan tepat sasaran. Dalam konteks ini, ia menilai bahwa sebagian besar masalah mendasar berasal dari lemahnya tata kelola antara aset dan kewajiban atau asset liability management (ALM). Menurutnya, pemahaman terhadap ALM seharusnya sudah menjadi bagian utama dari manajemen risiko perusahaan asuransi. Bahkan, ALM diibaratkan sebagai “vaksin wajib” bagi seluruh entitas di sektor ini untuk menjaga daya tahan terhadap guncangan finansial.

“Yang harus dibenahi itu tergantung jenis penyakitnya. Tapi biasanya ya bisa dilihat dari tata kelola aset dan liabilitas,” ujarnya. Bila hal tersebut tidak dipahami atau diabaikan, maka bukan hanya kondisi internal perusahaan yang terganggu, tetapi juga dapat berdampak pada kepercayaan publik terhadap sektor asuransi secara keseluruhan.

Di sisi lain, apabila kondisi perusahaan sudah cukup parah hingga membutuhkan tindakan cepat layaknya “transfusi darah” maka, Wahju menilai, penanganan yang tepat adalah melalui penguatan struktur permodalan. Dengan memperbaiki kekuatan modal inti, diharapkan perusahaan dapat kembali pulih dan mampu menjalankan fungsinya sebagai pelindung risiko masyarakat.

Langkah-langkah seperti ini tentu menjadi perhatian OJK. Melalui Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Penjaminan, dan Dana Pensiun, Ogi Prastomiyono, disampaikan bahwa OJK akan terus memperkuat pelindungan konsumen dan menjaga stabilitas sistem keuangan dengan melakukan pengawasan ketat terhadap Lembaga Jasa Keuangan (LJK) yang tengah bermasalah.

“Yang sampai dengan 24 Juni 2025 dilakukan terhadap enam perusahaan asuransi dan reasuransi, dengan tujuan agar perusahaan dapat memperbaiki kondisi keuangannya untuk kepentingan pemegang polis,” kata Ogi.

Tidak hanya perusahaan asuransi, sembilan dana pensiun juga tercatat dalam daftar entitas yang masuk dalam pengawasan khusus. Ini menunjukkan bahwa tantangan di sektor PPDP (Perasuransian, Penjaminan, dan Dana Pensiun) bersifat struktural dan perlu pendekatan menyeluruh dari regulator dan pelaku usaha.

OJK dalam hal ini telah menegaskan akan terus melakukan penegakan ketentuan yang berlaku guna memastikan seluruh entitas keuangan patuh dan sehat. Langkah-langkah yang diambil termasuk evaluasi mendalam terhadap struktur bisnis, penilaian risiko, serta intervensi teknis dan administratif bila diperlukan.

Namun tak hanya persoalan teknis dan keuangan yang menjadi fokus. Jika akar masalahnya adalah fraud atau tindakan curang dalam internal perusahaan, Wahju menekankan perlunya penerapan manajemen risiko menyeluruh. Ia mengatakan, “Jika kasusnya disebabkan oleh fraud maka injeksi yang tepat adalah penerapan manajemen risiko di seluruh lini sumber daya manusia dan setiap level operasional bisnis perusahaan.”

Dengan demikian, pendekatan penyembuhan haruslah bersifat holistik—bukan hanya pada penyuntikan modal atau perbaikan dokumen keuangan, tetapi juga pada transformasi budaya kerja dan tata kelola internal. Dalam skenario ideal, perusahaan yang sebelumnya bermasalah bisa kembali sehat dan mampu menjalankan fungsi utamanya dalam memberi perlindungan kepada masyarakat.

Di tengah kondisi seperti ini, isu kepercayaan publik terhadap industri asuransi kembali menjadi penting. Ketua Dewan Asuransi Indonesia (DAI) pun telah menyerukan agar pelaku industri membangun kembali persepsi positif di masyarakat terhadap layanan dan perlindungan asuransi. Tanpa kepercayaan publik, industri tidak hanya akan sulit tumbuh tetapi juga terancam kehilangan fungsinya sebagai tulang punggung manajemen risiko di sektor ekonomi.

Kondisi pengawasan terhadap enam perusahaan tersebut juga menjadi cerminan betapa pentingnya upaya kolektif semua pemangku kepentingan, termasuk regulator, manajemen perusahaan, asosiasi industri, serta konsumen sendiri dalam mewujudkan ekosistem asuransi yang sehat dan berdaya saing.

Bila tidak ditangani dengan langkah-langkah strategis dan cepat, dikhawatirkan kondisi sakit pada beberapa perusahaan asuransi bisa merembet dan menciptakan krisis sistemik di sektor keuangan. Oleh sebab itu, diagnosis dan perbaikan menyeluruh harus menjadi prioritas utama demi menjaga kestabilan jangka panjang industri ini.

Melalui penempatan perusahaan dalam pengawasan khusus, OJK secara tidak langsung juga sedang memberi ruang bagi perusahaan untuk memperbaiki diri. Namun tentu saja, ruang itu harus dimanfaatkan secara optimal, bukan sekadar menunda penyelesaian persoalan.

Sebagaimana pesan yang tersirat dalam pernyataan para pengamat dan pejabat, menyembuhkan industri asuransi bukan hanya soal teknis pembukuan, tetapi juga soal reformasi menyeluruh pada prinsip manajemen dan integritas korporasi. Jika berhasil dijalankan, maka bukan tidak mungkin industri asuransi Indonesia akan kembali pulih dan tumbuh lebih kuat ke depannya.

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index