BUMN

Podcast DJP Bahas PSAK 38 dalam Restrukturisasi BUMN

Podcast DJP Bahas PSAK 38 dalam Restrukturisasi BUMN
Podcast DJP Bahas PSAK 38 dalam Restrukturisasi BUMN

JAKARTA - Inovasi edukasi perpajakan terus dikembangkan oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP), salah satunya melalui platform digital seperti podcast. Kantor Wilayah DJP Wajib Pajak Besar memanfaatkan media audio visual ini untuk menyosialisasikan kebijakan perpajakan dan akuntansi yang berkaitan dengan restrukturisasi badan usaha, terutama Badan Usaha Milik Negara (BUMN).

Dalam edisi terbaru podcast “Bincang Pajak” atau Bijak, kanal Youtube Kanwil DJP Wajib Pajak Besar menyoroti topik yang cukup kompleks namun penting bagi pelaku usaha, yakni kombinasi bisnis entitas sepengendali. Tema ini dibahas melalui pendekatan yang relevan dan ringan, namun tetap mendalam, khususnya menyangkut penerapan Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) 38 dan peraturan perpajakan terkait, yakni PMK Nomor 56 Tahun 2021.

Topik ini menjadi sangat krusial mengingat berbagai langkah restrukturisasi yang dilakukan BUMN saat ini, seperti penggabungan atau pemekaran anak usaha, kerap menimbulkan pertanyaan soal perlakuan pajak dan akuntansi yang tepat. Kesalahan dalam penerapan aturan bukan hanya berdampak pada laporan keuangan, tapi juga bisa menimbulkan implikasi perpajakan yang signifikan.

Ahmad Rif’an, Fungsional Penyuluh Pajak Muda, hadir sebagai narasumber dalam episode podcast tersebut. Ia menekankan bahwa pemahaman yang mendalam terhadap ketentuan PSAK 38 dan PMK 56 sangat penting, terutama bagi perusahaan yang akan melakukan aksi korporasi berbasis kombinasi entitas sepengendali.

“Kawan Pajak yang akan melakukan aksi korporasi dari kombinasi bisnis entitas sepengendali diharapkan dapat memahami PSAK 38 dan PMK-56, sehingga aksi korporasi dapat terlaksana dan dapat membantu entitas untuk memperkuat modal, lebih bersinergi, dan meningkatkan kemampuan korporasi dalam memperoleh laba,” ujar Rif’an.

PSAK 38 dan Pentingnya Keseragaman Akuntansi

PSAK 38 pada dasarnya mengatur perlakuan akuntansi atas kombinasi bisnis antar entitas yang berada dalam pengendalian yang sama. Situasi ini lazim terjadi dalam lingkungan BUMN, di mana beberapa entitas atau anak perusahaan berada di bawah satu induk usaha, misalnya Holding BUMN. Dalam kondisi ini, penggabungan atau pemisahan unit bisnis dilakukan untuk menyelaraskan strategi korporasi dan mempercepat efisiensi organisasi.

Namun dalam praktiknya, perlakuan akuntansi atas transaksi semacam ini tidak boleh disamakan dengan kombinasi bisnis antar entitas yang tidak saling mengendalikan. PSAK 38 menegaskan bahwa pengakuan nilai aset dan liabilitas harus didasarkan pada nilai buku, bukan nilai wajar. Pendekatan ini bertujuan agar tidak terjadi pencatatan laba atau rugi semu yang dapat mengaburkan laporan keuangan.

Rif’an menjelaskan bahwa penerapan PSAK 38 sangat erat kaitannya dengan PMK 56/PMK.010/2021 yang dikeluarkan oleh Kementerian Keuangan. Regulasi ini memberikan ketentuan mengenai penggunaan nilai buku dalam proses pengalihan atau perolehan harta sebagai bagian dari penggabungan, peleburan, pemekaran, atau pengambilalihan usaha, yang semuanya merupakan bagian dari kombinasi entitas sepengendali.

PMK 56 dan Kepastian Hukum di Bidang Perpajakan

PMK 56 merupakan dasar hukum bagi perusahaan untuk mendapatkan perlakuan perpajakan yang sesuai dalam pelaksanaan aksi korporasi. Dalam aturan tersebut ditegaskan bahwa penggunaan nilai buku diperbolehkan apabila entitas yang melakukan aksi korporasi berada di bawah pengendalian yang sama, dan pengalihan aset bukan dilakukan untuk tujuan komersial dalam jangka pendek.

Hal ini penting karena penggunaan nilai wajar dalam pelaporan bisa menimbulkan pengenaan pajak yang lebih besar, padahal transaksi tersebut tidak mencerminkan perubahan kepemilikan secara nyata. PMK 56 menjadi pelengkap PSAK 38 dalam memastikan tidak ada perlakuan pajak yang tidak adil atas aksi restrukturisasi internal perusahaan, terutama di lingkungan BUMN.

“Update data dinamis. Jika terjadi perubahan maka harus dilengkapi dengan Surat Keputusan (SK) bupati atau walikota,” tambah Rif’an. Meski kutipan ini berkaitan dengan sistem data bansos, relevansi prinsip yang sama berlaku: perlunya legalitas formal dan dokumen pendukung untuk memastikan akuntabilitas dan keabsahan proses restrukturisasi.

Podcast Sebagai Media Edukasi Pajak Masa Kini

Penggunaan media podcast oleh DJP menunjukkan respons adaptif terhadap kebutuhan edukasi generasi digital. Format ini memungkinkan materi-materi teknis seperti perpajakan dan akuntansi dikemas secara ringan, santai, namun tetap informatif. Pendekatan seperti ini diharapkan bisa menjangkau lebih luas, tidak hanya bagi kalangan profesional dan akuntan, tetapi juga pelaku UMKM dan publik yang ingin memahami aspek perpajakan lebih baik.

Langkah ini juga menjadi bagian dari upaya DJP meningkatkan kesadaran dan kepatuhan pajak secara sukarela. Melalui kanal digital, informasi dapat diakses kapan saja dan di mana saja. Podcast Bijak menjadi salah satu contoh konkrit sinergi antara teknologi komunikasi dan edukasi perpajakan yang produktif.

Edukasi Proaktif di Tengah Restrukturisasi Nasional

Dalam konteks makro, upaya DJP mengedukasi masyarakat mengenai PSAK 38 dan PMK 56 menjadi sangat relevan, mengingat program restrukturisasi BUMN yang tengah digalakkan pemerintah. Kombinasi bisnis entitas sepengendali akan terus terjadi, baik dalam bentuk merger maupun spin off, dan seluruhnya memerlukan landasan hukum dan akuntansi yang kuat agar tidak menimbulkan risiko keuangan atau sengketa perpajakan di kemudian hari.

Dengan pemahaman yang tepat, baik perusahaan, akuntan, maupun fiskus dapat menjalankan perannya secara sinergis. Sehingga tujuan akhir dari kombinasi bisnis, yaitu efisiensi, peningkatan nilai ekonomi, dan optimalisasi laba dapat benar-benar tercapai.

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index