Kemenkes

Kemenkes: 90 Persen Wilayah Indonesia Endemis DBD

Kemenkes: 90 Persen Wilayah Indonesia Endemis DBD
Kemenkes: 90 Persen Wilayah Indonesia Endemis DBD

JAKARTA - Sebuah peringatan serius datang dari Kementerian Kesehatan (Kemenkes) mengenai ancaman demam berdarah dengue (DBD) di Indonesia. Data terbaru mengungkapkan bahwa mayoritas wilayah di Tanah Air kini berstatus endemis DBD, menandakan bahwa penyebaran penyakit ini telah mencapai tingkat yang mengkhawatirkan. 

Laporan tahun 2024 dari Kemenkes menunjukkan gambaran yang jelas: sebanyak 482 kabupaten/kota dinyatakan endemis DBD, sementara 18 kabupaten/kota memiliki kasus DBD sporadis, dan 14 kabupaten/kota lainnya merupakan daerah potensial DBD. Ini berarti, hanya sebagian kecil wilayah Indonesia yang relatif aman dari ancaman nyamuk Aedes aegypti.

"Bisa dibilang lebih dari 90% wilayah Indonesia adalah endemis tinggi dengue atau DBD," ujar Ketua Tim Kerja Arbovirosis Kemenkes, Fadjar SM Silalahi, dalam webinar bertajuk "Upaya Bersama Dalam Penanggulangan Dengue" pada Selasa, 15 Juli 2025. Pernyataan ini menegaskan urgensi situasi dan menjadi panggilan bagi seluruh pihak untuk meningkatkan kewaspadaan.

Fadjar juga menyoroti tren peningkatan jumlah kabupaten/kota yang berstatus endemis DBD dari tahun ke tahun. Pada 2023, tercatat 461 kabupaten/kota berstatus endemis DBD, 29 kabupaten/kota berstatus sporadis DBD, dan 24 kabupaten/kota daerah potensial DBD. Perbandingan data ini menunjukkan bahwa dalam kurun waktu satu tahun, jumlah wilayah endemis justru bertambah signifikan, mengindikasikan bahwa upaya pencegahan yang ada mungkin belum cukup efektif atau skala penyebaran penyakit semakin meluas.

Menurut Fadjar, sejak tahun 1968, jumlah kabupaten/kota yang terjangkit DBD memang selalu mengalami peningkatan. Kondisi ini sejalan dengan tren kasus DBD yang terus menanjak, meskipun terjadi fluktuasi antar tahun. Ini adalah indikator bahwa DBD bukan hanya masalah musiman, melainkan tantangan kesehatan masyarakat yang persisten dan membutuhkan strategi jangka panjang.

Komitmen Daerah Krusial: Pencegahan dan Pemberantasan Sarang Nyamuk

Melihat kondisi ini, Fadjar SM Silalahi mengingatkan semua pihak untuk waspada. Bagi pemerintah daerah, upaya pencegahan dengue harus dilakukan dengan serius, terutama melalui penemuan kasus dini dan pemberantasan sarang nyamuk (PSN) secara berkelanjutan. PSN, yang meliputi kegiatan 3M Plus (Menguras, Menutup, Mendaur Ulang, dan Plus seperti menabur larvasida atau memelihara ikan pemakan jentik), adalah benteng pertama dalam mencegah perkembangbiakan nyamuk.

"Kita perlu komitmen kabupaten/kota terkait pencegahan dengue ini, karena kalau tidak kita akan berhadapan dengan kasus dengue yang terus meningkat," tegas Fadjar. Peringatan ini menyoroti bahwa tanpa komitmen kuat dari pemerintah daerah, upaya penanggulangan DBD akan sia-sia dan jumlah kasus diprediksi akan terus melonjak. Sinergi antara pemerintah pusat, daerah, dan masyarakat menjadi kunci keberhasilan.

Dukungan Kemendagri: Mendorong Kebijakan dan Sinergi di Daerah

Sementara itu, dari sisi pemerintahan daerah, Direktorat Jenderal Bina Pembangunan Daerah Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) turut berperan aktif. Jumadi, perwakilan dari Kemendagri, menyatakan bahwa kementeriannya terus mendorong pemerintah daerah untuk mencegah dan menanggulangi DBD melalui sejumlah kebijakan strategis.

Salah satu bentuk dorongan tersebut adalah menjadikan DBD sebagai indikator kinerja urusan kesehatan dalam Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD). Dengan masuknya DBD sebagai indikator penting, pemerintah daerah diwajibkan untuk memprioritaskan anggaran dan program yang berkaitan dengan pencegahan dan penanggulangan penyakit ini. Ini memastikan bahwa isu DBD tidak terpinggirkan dalam agenda pembangunan daerah.

Di samping itu, Kemendagri juga secara rutin mengeluarkan surat edaran kepada pemerintah daerah terkait penanggulangan DBD. Edaran ini berfungsi sebagai panduan dan arahan bagi daerah dalam menyusun dan melaksanakan program-program pencegahan. Lebih lanjut, Kemendagri melakukan monitoring dan evaluasi capaian daerah melalui sistem pelaporan yang telah ada. Ini memungkinkan pemantauan progres dan identifikasi area yang memerlukan perbaikan.

"Kami juga memperkuat sinergi pusat dan daerah melalui forum koordinasi tematik, misalnya focus group discussion regional terkait upaya pencegahan dan pengendalian DBD," tutup Jumadi. Forum-forum ini menjadi wadah penting untuk berbagi praktik terbaik, mengatasi tantangan bersama, dan menyelaraskan strategi antara pemerintah pusat dan daerah dalam menghadapi ancaman DBD.

Dengan kondisi 90% lebih wilayah Indonesia berstatus endemis DBD, upaya kolaboratif dan terintegrasi dari Kemenkes, Kemendagri, pemerintah daerah, serta partisipasi aktif masyarakat adalah kunci untuk menekan angka kasus dan mencegah wabah yang lebih besar. Kesadaran akan bahaya dan tindakan preventif yang konsisten adalah langkah awal menuju Indonesia yang bebas dari ancaman DBD.

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index