Kesehatan

Cuaca Dingin, Waspadai Risiko Kesehatan

Cuaca Dingin, Waspadai Risiko Kesehatan
Cuaca Dingin, Waspadai Risiko Kesehatan

JAKARTA - Gelombang udara dingin atau fenomena bediding kembali melanda sejumlah wilayah dataran tinggi seperti Malang Raya. Udara sejuk memang kerap dinikmati masyarakat, tetapi cuaca yang terlalu dingin dapat memicu berbagai tantangan kesehatan, khususnya bagi mereka yang gemar beraktivitas fisik di luar ruangan.

Menurut pakar kesehatan dari Universitas Negeri Malang, Dr. Erianto Fanani, S.Ked., M.KKK., suhu yang terlalu rendah justru membuat tubuh bekerja lebih keras untuk beradaptasi. Dosen Ilmu Kesehatan Masyarakat tersebut menegaskan bahwa pemanasan tubuh menjadi langkah penting sebelum memulai olahraga, terutama ketika suhu lingkungan menurun drastis.

“Suhu dingin mengharuskan tubuh untuk beradaptasi lebih lama sebelum melakukan aktivitas fisik. Pemanasan harus dilakukan lebih intensif, setidaknya menghabiskan waktu 20 hingga 25 persen dari total sesi olahraga,” ujar Dr. Erianto.

Dia juga menyampaikan bahwa pemanasan yang efektif tidak hanya diukur dari durasi, tetapi juga respons tubuh. “Pastikan tubuh terasa panas, bahkan mulai mengeluarkan sedikit keringat sebelum memulai olahraga inti,” imbuhnya.

Fenomena bediding kerap terjadi di wilayah pegunungan atau dataran tinggi, yang secara alami memiliki kadar oksigen lebih rendah dibandingkan daerah pesisir atau dataran rendah. Dr. Erianto mengungkapkan bahwa kondisi ini dapat memunculkan risiko tambahan, terutama saat melakukan olahraga kardio seperti lari yang semakin populer di kalangan masyarakat.

“Ketika berada di ketinggian lebih dari 500 meter di atas permukaan laut, kadar oksigen berkurang. Ini dapat mengakibatkan napas menjadi pendek atau terengah-engah, bahkan ada potensi gangguan kognitif seperti linglung atau halusinasi,” jelasnya.

Untuk itu, ia menyarankan agar masyarakat melakukan proses adaptasi secara bertahap, terutama jika baru pertama kali berolahraga di daerah dingin atau dataran tinggi.

“Latihan aklimatisasi sangat penting agar tubuh tidak kaget dengan kondisi lingkungan. Adaptasi ini bisa dilakukan dengan memperbanyak paparan ringan sebelum melakukan latihan berat,” sarannya.

Selain pemanasan yang cukup dan proses aklimatisasi, Dr. Erianto juga mengingatkan masyarakat tentang pentingnya menjaga kebugaran tubuh secara keseluruhan. Istirahat malam yang cukup dinilai sangat berpengaruh terhadap daya tahan tubuh, terutama saat menghadapi suhu dingin.

“Kualitas tidur minimal enam sampai delapan jam per hari harus tetap dijaga. Kurang istirahat dapat menurunkan imunitas tubuh, yang pada akhirnya memperbesar risiko cedera atau sakit saat berolahraga di udara dingin,” terangnya.

Tidak hanya gangguan pernapasan, suhu dingin juga meningkatkan risiko terjadinya kram otot. Dr. Erianto menyebutkan bahwa suhu dingin memicu tubuh menggigil, ditambah kelelahan dari aktivitas fisik, kondisi ini bisa berujung pada kram otot.

“Jika terjadi kram, langkah awal yang bisa dilakukan adalah melakukan peregangan ringan disertai pijatan lembut untuk membantu melemaskan otot dan memperlancar sirkulasi darah,” paparnya.

Lebih lanjut, Dr. Erianto mendorong masyarakat agar tetap aktif berolahraga, namun tidak mengabaikan kondisi tubuh dan lingkungan sekitar. Ia menegaskan, olahraga tetap bisa dilakukan selama masyarakat memperhatikan aspek keamanan dan kesiapan tubuh.

“Tidak ada larangan untuk berolahraga kapan pun, termasuk di tengah fenomena bediding. Yang penting adalah kesiapan tubuh, terutama dengan pemanasan yang benar dan memperhatikan sinyal tubuh saat beraktivitas,” tuturnya.

Fenomena bediding memang menghadirkan tantangan tersendiri, tetapi juga bisa menjadi momen untuk meningkatkan kesadaran akan pentingnya menjaga kesehatan tubuh dengan lebih bijak. Masyarakat diimbau tetap menikmati aktivitas fisik namun tetap memahami risiko yang ada serta melakukan langkah pencegahan yang tepat.

“Tubuh yang sehat adalah tubuh yang siap menghadapi tantangan lingkungan, termasuk perubahan cuaca ekstrem. Pemanasan, istirahat, nutrisi cukup, dan adaptasi lingkungan adalah kunci untuk tetap aktif tanpa risiko,” pungkas Dr. Erianto.

Dengan meningkatnya kesadaran terhadap ancaman suhu dingin ekstrem, diharapkan masyarakat dapat terus menjaga rutinitas olahraga dengan aman dan nyaman.

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index