JAKARTA - Di tengah kompleksitas tantangan pendidikan nasional, sebuah terobosan muncul dari Kabupaten Bekasi, Jawa Barat. Sekolah Rakyat, salah satu program unggulan di bawah naungan Kementerian Sosial, tampil sebagai angin segar bagi masa depan pendidikan Indonesia. Mengusung konsep berasrama dan pendidikan karakter, Sekolah Rakyat tak hanya menyajikan proses belajar-mengajar formal, tetapi juga memberikan jawaban konkret atas isu-isu ketimpangan sosial dan akses pendidikan berkualitas.
Langkah berani ini menuai perhatian dari berbagai kalangan, termasuk dari parlemen. Salah satu bentuk pengakuan datang dari Anggota Komisi VIII DPR RI, Achmad, yang secara langsung meninjau fasilitas dan proses pendidikan di salah satu titik pelaksanaan program di Jawa Barat. Dalam kunjungannya, ia memberikan apresiasi tinggi terhadap konsep dan pelaksanaan Sekolah Rakyat yang menurutnya telah memenuhi standar pendidikan modern.
“Kami dari Komisi VIII datang langsung untuk melihat kondisi di lapangan, dan saya bisa katakan bahwa fasilitas dan persiapan Sekolah Rakyat ini sangat luar biasa,” ujar Achmad seperti dikutip dari laman resmi DPR. Ia menambahkan, meskipun bangunan sekolah menggunakan gedung lama yang sebelumnya diperuntukkan untuk keperluan lain, renovasi yang dilakukan telah mengubahnya menjadi ruang belajar yang representatif dan layak.
Model pendidikan yang diterapkan di Sekolah Rakyat juga mengusung pendekatan inklusif dan transformatif. Salah satu kebijakan utama yang menjadi sorotan adalah ketegasan dalam membuka akses seluas-luasnya bagi anak-anak dari berbagai latar belakang, termasuk mereka yang memiliki hambatan kesehatan. Menurut Achmad, anak-anak tidak boleh ditolak hanya karena sakit atau mengalami masalah gizi.
“Tadi dijelaskan oleh Sekjen Kemensos, bahwa anak-anak tidak boleh ditolak hanya karena sakit atau kurang gizi. Justru mereka akan disembuhkan dulu, diberi terapi, makanan bergizi, dan pendampingan kesehatan,” ungkapnya. Ini menunjukkan bahwa Sekolah Rakyat hadir bukan sekadar tempat menuntut ilmu, melainkan juga ruang pemulihan dan pemberdayaan.
Lebih dari sekadar fasilitas belajar, konsep berasrama yang diterapkan menjadi elemen penting dalam membentuk karakter dan membina kedisiplinan anak-anak secara menyeluruh. Dalam sistem 24 jam tersebut, peserta didik bukan hanya belajar di kelas, tetapi juga diarahkan dalam pola hidup sehat, nilai-nilai akhlak, serta pembentukan jati diri yang berbasis Pancasila.
“Anak-anak ini 24 jam dibina, diawasi, dan didampingi secara intensif. Ini bukan sekadar mendidik secara akademik, tapi membentuk jati diri dan karakter sebagai warga negara Indonesia yang Pancasilais dan berintegritas,” lanjut Achmad.
Upaya ini sejalan dengan visi besar yang dicanangkan pemerintah dalam menanggulangi kemiskinan struktural melalui intervensi pendidikan. Tidak bisa dimungkiri, kemiskinan dan pendidikan berkualitas sering kali berdiri di kutub yang berseberangan. Maka, kehadiran Sekolah Rakyat menjadi jembatan yang menghubungkan mimpi anak-anak dari keluarga prasejahtera dengan realitas masa depan yang lebih cerah.
Achmad pun menilai bahwa program ini mampu menjadi titik balik transformasi sosial. “Dengan begitu kami berharap program Sekolah Rakyat benar-benar dapat menjadi alat transformasi sosial, dari generasi orang tua yang hidup dalam kemiskinan menuju generasi anak yang cerdas, sehat, dan berdaya saing tinggi,” ujarnya.
Apresiasi ini juga berangkat dari kekaguman terhadap fasilitas yang lengkap dan sistem pembelajaran yang telah disiapkan dengan baik. Ia menyebut bahwa Sekolah Rakyat bisa menjadi role model nasional, terutama bagi konsep pendidikan masa depan yang ingin memadukan antara pendidikan akademik dan karakter dalam satu sistem yang terintegrasi.
“Inilah wujud nyata dari visi besar Presiden kita dalam memutus rantai kemiskinan melalui pendidikan berkualitas. Dengan dukungan SDM yang kuat dan fasilitas yang lengkap, saya optimistis Sekolah Rakyat akan jadi game-changer di dunia pendidikan kita,” pungkasnya.
Dari berbagai aspek yang dikemukakan, Sekolah Rakyat bukan hanya sebuah proyek pendidikan, tetapi sudah berkembang menjadi gerakan sosial yang mendobrak batasan dan membentuk paradigma baru dalam memandang pendidikan bagi anak-anak kurang mampu. Ketika sekolah tak lagi hanya menjadi tempat belajar, tetapi juga rumah pembinaan dan perawatan, maka masa depan bangsa dapat dibangun dari pondasi yang benar-benar kokoh.