Politik

Zohran Mamdani dan Harapan Baru dari Pinggiran Politik Amerika

Zohran Mamdani dan Harapan Baru dari Pinggiran Politik Amerika
Zohran Mamdani dan Harapan Baru dari Pinggiran Politik Amerika

JAKARTA - Di tengah gemerlap panggung politik Amerika yang kerap dikuasai oleh tokoh-tokoh mapan dan konglomerat berkantong tebal, muncul sosok tak terduga yang berhasil mencuri perhatian. Namanya Zohran Mamdani—sosialis demokrat, Muslim, dan keturunan imigran—yang kini menjadi simbol kebangkitan politik akar rumput. Perjalanan politiknya tak hanya menantang tatanan lama, tetapi juga menjadi pengingat bahwa kekuatan rakyat yang terorganisir mampu menaklukkan dominasi elite.

Kemenangan Mamdani dalam pemilihan pendahuluan Partai Demokrat untuk posisi Wali Kota New York menjadi momen krusial yang mencerminkan pergeseran dinamika politik di kota yang kerap disebut sebagai jantung kapitalisme dunia. Ia tidak datang dari dinasti politik, bukan pula bagian dari elite kekuasaan Washington. Namun, ia berhasil menumbangkan Andrew Cuomo, tokoh besar dalam trah politik Amerika.

Andrew Cuomo adalah politisi kelas berat. Rekam jejaknya panjang: pernah menjadi Gubernur New York selama tiga periode, menjabat Menteri di kabinet Bill Clinton, serta mantan Jaksa Agung. Ia juga terkait erat dengan dinasti Kennedy lewat pernikahannya dengan Kerry Kennedy. Dukungan dari para miliarder, termasuk Mike Bloomberg, mengalir deras untuk kampanyenya. Di hadapan kekuatan raksasa semacam itu, Mamdani tampil sebagai antitesis sempurna.

Sementara Cuomo didukung struktur kekuasaan dan finansial mapan, Mamdani justru dibesarkan oleh gerakan akar rumput dan idealisme politik. Kariernya dimulai sebagai konselor perumahan di Queens, membantu warga yang terancam kehilangan tempat tinggal. Latar belakangnya mencerminkan keberpihakan pada warga biasa, bukan elit. Meski berasal dari keluarga akademisi dan sineas, jalur politik Mamdani dibangun secara mandiri.

Keterlibatannya dalam aktivisme dimulai sejak kuliah, ketika ia mendirikan cabang Students for Justice in Palestine (SJP) di Universitas Bowdoin. Tahun 2017, ia bergabung dengan Democratic Socialists of America (DSA) dan dua tahun kemudian, ia sukses masuk parlemen negara bagian New York, menyingkirkan petahana empat periode.

Yang membedakan Mamdani dari banyak politisi lain adalah keberaniannya tampil apa adanya. Ia tidak menyamarkan pandangan politiknya demi meraih suara, justru mengusung platform yang sangat progresif: reformasi perumahan, kepolisian, penjara, hingga pengelolaan layanan publik oleh negara. Pendekatannya tegas, jelas, dan konsisten.

Ketika Mamdani mengumumkan pencalonan sebagai Wali Kota New York, ia adalah kandidat dengan elektabilitas paling rendah. Namun, dalam waktu singkat, ia berhasil mengubah peta persaingan. Popularitasnya melejit, menjadikannya salah satu penantang serius para politisi kawakan.

Keberhasilannya bukan datang secara instan. Terdapat tiga faktor utama di balik lonjakan elektabilitasnya.

Pertama, ia menyusun pesan kampanye yang konkret dan menyentuh langsung kebutuhan publik. Saat lawan-lawannya berbicara menggunakan jargon besar dan visi global, Mamdani memilih fokus pada isu paling mendesak: krisis biaya hidup. Ia menawarkan solusi nyata seperti transportasi gratis, pembekuan sewa hunian, toko sembako milik negara, penitipan anak gratis, dan pembangunan massal perumahan terjangkau.

Kedua, ia memanfaatkan media sosial secara cerdas. Di saat banyak aktivis dan politisi progresif kesulitan menyampaikan pesan secara efektif di platform digital, Mamdani justru unggul. Ia membuat konten video pendek yang renyah dan mudah dicerna, menyampaikan gagasan serius dengan cara yang sederhana dan menarik. Ia sadar bahwa medsos bukan ruang kuliah umum, melainkan arena komunikasi cepat yang memerlukan gaya santai, namun substansial.

Ketiga, Mamdani mengandalkan strategi kampanye door-to-door yang masif. Tim relawannya mengetuk ratusan ribu pintu rumah, berdialog langsung dengan warga, dan membangun kepercayaan dari bawah. Skala pengorganisasian ini luar biasa: dua minggu menjelang pemilihan, relawan Mamdani telah mengetuk 644.755 pintu dan menelepon 261.051 warga. Pendekatan ini membuktikan bahwa sentuhan personal, bukan iklan mahal, yang menjadi kunci dalam membangun basis dukungan.

Di Indonesia, kisah Zohran Mamdani menghadirkan pelajaran penting. Dalam sistem politik yang masih banyak dipengaruhi oligarki, dinasti, dan biaya tinggi, sulit membayangkan keberhasilan seorang kandidat progresif dari kalangan biasa. Namun, cerita Mamdani menunjukkan bahwa harapan tetap ada.

Pesan politik yang konkret dan menyentuh kehidupan rakyat bisa menjadi alat elektoral yang ampuh. Namun, itu belum cukup. Penyebaran pesan yang luas dan konsisten di media sosial menjadi krusial, sekaligus murah dan strategis. Di atas semua itu, pengorganisasian akar rumput tetap menjadi elemen paling menentukan—kerja sunyi yang konsisten, membangun relasi personal, dan menjadikan kampanye sebagai ruang dialog dua arah.

Mamdani membuktikan bahwa politik bisa dibangun di atas gagasan, keberanian, dan gerakan rakyat. Kemenangan bukan hanya diukur dari jumlah suara, tetapi dari kemampuannya menyuntikkan harapan ke dalam sistem yang selama ini terasa dingin dan jauh dari rakyat. Dalam konteks global yang penuh tantangan dan disrupsi, politik otentik ala Mamdani adalah sinyal bahwa demokrasi partisipatif masih hidup—asal ada yang bersedia bekerja keras menyalakannya dari bawah.

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index