JAKARTA - Seiring meningkatnya akses masyarakat terhadap informasi dan kanal pengaduan publik, transparansi di dunia kesehatan kini menghadapi ujian baru. Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI mencatat adanya peningkatan laporan pelanggaran disiplin profesi atau dugaan malapraktik dalam dua tahun terakhir. Hal ini mengindikasikan bahwa kesadaran masyarakat untuk memperjuangkan hak-hak mereka sebagai pasien turut berkembang, namun sekaligus mengungkap tantangan besar dalam sistem pengawasan etika profesi medis di Indonesia.
Dalam rapat kerja bersama Komisi IX DPR RI yang digelar di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu 02 JULI 2025, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin membeberkan bahwa sejak tahun 2023 hingga pertengahan 2025, pihaknya menerima total 51 laporan pelanggaran disiplin profesi, yang sebagian besar berujung pada indikasi malapraktik.
“Aduan langsung jumlah 21. (Lewat) media massa atau media sosial jumlah 30. Totalnya 51,” kata Menkes Budi Gunadi di hadapan anggota dewan.
Media Sosial Jadi Sarana Baru Pengaduan
Yang menarik dari data ini adalah bahwa sebagian besar laporan tidak disampaikan melalui jalur resmi. Sebanyak 30 dari 51 laporan disampaikan melalui media massa dan media sosial, menggambarkan betapa besar peran publik dan dunia maya dalam membentuk opini serta menyalurkan keluhan terhadap layanan medis.
Fenomena ini menunjukkan adanya perubahan pola komunikasi masyarakat yang kini lebih memilih menyampaikan ketidakpuasan melalui platform yang lebih terbuka dan mudah diakses. Media sosial, dalam banyak kasus, dianggap lebih cepat mendapat respons dari publik dan bahkan dapat menekan otoritas terkait untuk menindaklanjuti.
Namun, pendekatan ini juga memiliki konsekuensi. Informasi yang tersebar di media sosial sering kali tidak terverifikasi, sehingga dapat merugikan tenaga kesehatan atau institusi pelayanan kesehatan yang sebenarnya tidak bersalah. Oleh sebab itu, pemerintah berupaya menyeimbangkan antara hak pasien untuk menyuarakan keluhan dan hak tenaga medis untuk mendapatkan proses klarifikasi yang adil.
Komitmen Pemerintah Tangani Pengaduan Secara Adil
Menteri Budi Gunadi menegaskan bahwa setiap laporan yang masuk akan ditangani secara serius, baik yang disampaikan secara resmi maupun tidak. Ia menyebutkan bahwa Kemenkes memiliki mekanisme tersendiri dalam menangani pelanggaran disiplin profesi, termasuk melalui Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia (MKDKI) yang menjadi rujukan dalam proses evaluasi dan penindakan.
“Laporan ini bukan sekadar angka. Ini menyangkut integritas layanan kesehatan kita. Maka kami pastikan semua aduan ditelaah secara profesional, dan jika ditemukan pelanggaran etik atau hukum, maka akan ditindaklanjuti,” ujarnya.
Kemenkes juga bekerja sama dengan organisasi profesi seperti Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI), dan lainnya dalam proses investigasi, agar keputusan yang diambil tidak semata administratif, tetapi juga mempertimbangkan standar keilmuan dan etika profesi.
Komisi IX DPR Dorong Penguatan Sistem Perlindungan Pasien
Menanggapi laporan Kemenkes, Komisi IX DPR RI memberikan sejumlah catatan penting. Salah satunya adalah perlunya penguatan sistem perlindungan hukum bagi pasien dan tenaga kesehatan, agar pengaduan dapat diselesaikan secara adil dan profesional tanpa menimbulkan keresahan di masyarakat maupun kalangan medis.
Beberapa anggota dewan menyoroti pentingnya transparansi dalam proses penanganan kasus malapraktik, serta perlunya membangun sistem informasi publik yang dapat memberikan edukasi mengenai hak dan kewajiban pasien serta tenaga kesehatan.
Tak hanya itu, dorongan juga diberikan kepada Kemenkes untuk mengoptimalkan kanal pengaduan resmi yang ramah pasien. Selama ini, masih banyak masyarakat yang tidak mengetahui jalur formal pengaduan, sehingga memilih media sosial sebagai sarana curhat publik.
Perlunya Literasi Etik dan Medis di Era Digital
Fenomena meningkatnya pengaduan malapraktik, terutama melalui media sosial, menjadi sinyal penting bahwa literasi masyarakat tentang layanan kesehatan dan etika profesi masih perlu diperkuat. Tak sedikit laporan malapraktik yang sebenarnya lebih disebabkan oleh miskomunikasi atau ketidaktahuan pasien mengenai prosedur medis yang mereka jalani.
Para ahli etika kedokteran menilai, edukasi publik tentang batasan layanan medis, hak pasien, serta tanggung jawab profesional tenaga kesehatan perlu digencarkan agar tak menimbulkan kesalahpahaman yang berujung pada konflik.
Selain itu, rumah sakit dan fasilitas layanan kesehatan diimbau untuk meningkatkan standar komunikasi antara dokter dan pasien, termasuk memberikan penjelasan yang lebih transparan tentang diagnosis, prosedur, dan risiko medis.
Menyeimbangkan Kepuasan Pasien dan Keadilan bagi Tenaga Medis
Kasus dugaan malapraktik memang bukan hal baru dalam dunia kesehatan. Namun meningkatnya jumlah laporan—baik melalui jalur resmi maupun media sosial—mencerminkan adanya ekspektasi publik yang lebih tinggi terhadap layanan kesehatan di era modern.
Pemerintah, dalam hal ini Kementerian Kesehatan, memegang peran penting untuk menjembatani dua kepentingan besar: memastikan keadilan bagi pasien sebagai penerima layanan, dan menjaga integritas tenaga medis sebagai pelaksana profesi kemanusiaan.
Melalui penguatan sistem pengaduan, edukasi publik, dan komitmen penegakan kode etik yang adil dan transparan, harapan akan sistem kesehatan yang lebih bermartabat dan berkeadilan di masa depan tetap terbuka lebar.