JAKARTA - Meski menjadi ajang bergengsi, Piala Presiden 2025 mendapat sorotan dari salah satu pemain Persija Jakarta, Witan Sulaeman. Ia menilai keikutsertaan hanya enam tim dalam turnamen ini kurang ideal dan berpendapat bahwa sebaiknya seluruh klub di Liga Indonesia diberi kesempatan untuk tampil agar atmosfer kompetisi lebih terasa merata bagi semua pemain.
Witan yang kini memperkuat Indonesia All Star dalam Piala Presiden 2025 mengungkapkan keinginannya agar turnamen ini bisa melibatkan semua tim Liga Indonesia. Menurutnya, hal itu akan memberikan pengalaman berharga bagi seluruh pemain yang berlaga di kompetisi domestik.
“Menurut saya pribadi, lebih bagus lagi diputar untuk semua klub di Liga Indonesia biar semua pemain merasakan atmosfer ini,” ujar Witan saat diwawancara.
Dalam tim Indonesia All Star, Witan mengaku tidak mengalami kesulitan dalam beradaptasi dengan rekan-rekannya yang merupakan pemain berkualitas dari berbagai klub. Kekompakan ini menjadi modal penting jelang pertandingan pembuka mereka melawan Oxford United di Stadion Utama Gelora Bung Karno.
“Para pemain di sini juga pemain-pemain berkualitas, jadi adaptasi berjalan dengan baik,” tambahnya.
Witan dan rekan-rekannya bertekad memberikan penampilan terbaik demi meraih hasil positif pada laga pertama tersebut. Ia menegaskan kesiapan tim untuk mengalahkan Oxford United, sekaligus menegaskan ambisi untuk berjaya di Piala Presiden 2025.
“Semua pemain siap memberikan yang terbaik,” ucap Witan optimis. “Kami juga siap meraih kemenangan di Piala Presiden 2025.”
Kritik Witan ini mencerminkan harapan banyak pihak agar turnamen yang digelar rutin ini dapat lebih inklusif, melibatkan seluruh klub di Indonesia, sehingga kualitas dan daya saing sepak bola domestik bisa semakin meningkat. Dengan begitu, bukan hanya segelintir pemain saja yang merasakan atmosfer turnamen besar, tetapi semua talenta dari seluruh penjuru negeri dapat merasakan pengalaman berharga tersebut.
Piala Presiden sendiri selama ini menjadi salah satu ajang penting dalam kalender sepak bola Indonesia, sebagai sarana pemanasan sekaligus unjuk gigi bagi klub-klub sebelum kompetisi Liga 1 berjalan. Namun, keterbatasan jumlah peserta tentu membatasi kesempatan pemain dari klub lain untuk merasakan panggung bergengsi tersebut.
Dengan adanya kritik dari figur seperti Witan Sulaeman, diharapkan penyelenggara dapat mempertimbangkan perubahan format agar turnamen di masa depan bisa lebih inklusif, sehingga dapat mendukung pengembangan kualitas sepak bola nasional secara menyeluruh.