PAJAK

Senat AS Loloskan RUU Pajak Belanja Negara, Batas Utang Naik

Senat AS Loloskan RUU Pajak Belanja Negara, Batas Utang Naik
Senat AS Loloskan RUU Pajak Belanja Negara, Batas Utang Naik

JAKARTA - Di tengah tekanan ekonomi global yang semakin tak menentu, Amerika Serikat kembali mengambil langkah strategis dalam menjaga keberlangsungan fiskal negaranya. Salah satu langkah signifikan tersebut ditandai dengan persetujuan Senat terhadap Rancangan Undang-Undang (RUU) Pajak dan Belanja Negara yang mencakup kebijakan krusial: kenaikan batas atas utang Amerika Serikat sebesar USD 3,3 triliun.

Persetujuan ini memberikan sinyal kuat mengenai arah kebijakan fiskal pemerintahan Amerika Serikat saat ini, yang tengah berupaya menghindari kebuntuan anggaran serta potensi kegagalan bayar utang (default), yang bisa menimbulkan dampak sistemik terhadap perekonomian global.

Plafon Utang yang Diperluas untuk Menjaga Stabilitas Pemerintah

RUU yang baru saja disahkan tersebut menyiratkan bahwa pemerintah federal AS akan memiliki ruang gerak lebih luas dalam membiayai program-programnya, termasuk belanja publik, stimulus ekonomi, serta kewajiban pembayaran utang jangka pendek. Dengan menambah batas utang hingga USD 3,3 triliun, Washington ingin memastikan bahwa pengeluaran negara tetap berjalan lancar tanpa mengorbankan komitmen fiskal jangka panjang.

Langkah ini mendapat perhatian luas karena dilakukan saat ekonomi global tengah berjuang menghadapi ketidakpastian: inflasi global belum sepenuhnya terkendali, ketegangan geopolitik masih terjadi di berbagai belahan dunia, dan dinamika pasar keuangan yang bergejolak akibat pergeseran arah kebijakan suku bunga.

Kenaikan batas utang ini bukan hanya angka semata, melainkan juga merupakan strategi jangka pendek untuk mencegah potensi shutdown pemerintahan federal yang dapat mengganggu pelayanan publik, memperburuk kepercayaan pasar, dan berdampak negatif terhadap posisi dolar AS di kancah internasional.

Apa Isi RUU Pajak dan Belanja Negara AS yang Disetujui Senat?

Program Squawk Box CNBC Indonesia edisi Rabu 02 JULI 2025 menyoroti bahwa RUU Pajak dan Belanja Negara ini merupakan bagian dari konsensus antara pemerintah dan parlemen dalam menyusun ulang arsitektur fiskal nasional. Di dalamnya termuat beberapa poin strategis:

Penyesuaian tarif pajak untuk kelompok penghasilan tertentu, baik individu maupun korporasi.

Pengalokasian dana stimulus tambahan untuk sektor infrastruktur dan energi terbarukan.

Penguatan anggaran untuk pertahanan, riset teknologi, dan layanan kesehatan.

Kebijakan kenaikan batas utang hingga USD 3,3 triliun untuk mendukung pembiayaan jangka pendek dan menengah.

RUU ini dipandang sebagai paket kebijakan multifungsi yang tidak hanya menjawab kebutuhan fiskal jangka pendek, tetapi juga dirancang untuk memperkuat daya saing ekonomi Amerika dalam jangka panjang.

Respons Pasar Keuangan dan Investor Global

Tak lama setelah pengesahan RUU tersebut, reaksi pasar keuangan global pun muncul. Indeks utama seperti Dow Jones dan Nasdaq sempat bergerak fluktuatif, sementara yield obligasi pemerintah AS naik tipis, mencerminkan kekhawatiran investor terhadap peningkatan defisit jangka panjang.

Sementara itu, nilai tukar dolar AS terhadap beberapa mata uang utama dunia seperti Euro dan Yen juga mengalami pergerakan, meskipun tetap dalam batas stabil. Investor global memandang keputusan ini sebagai sinyal bahwa AS tidak akan membiarkan sistem fiskalnya terjebak dalam konflik politik, terutama terkait plafon utang.

Para analis menilai bahwa meskipun risiko peningkatan beban bunga utang akan tetap menjadi perhatian utama dalam jangka panjang, keberhasilan menghindari potensi default memiliki nilai positif yang lebih besar dalam konteks ekonomi makro.

Peningkatan Plafon Utang: Kebijakan yang Tidak Terelakkan

Menambah batas utang bukanlah langkah yang diambil dengan enteng. Namun, dalam sistem fiskal Amerika Serikat yang sangat terikat pada konsensus politik dan kompleksitas anggaran, langkah ini sering kali dianggap sebagai pilihan rasional dalam menghindari krisis ekonomi.

Para ekonom berpendapat bahwa meskipun rasio utang terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) AS akan terus meningkat, selama pasar masih percaya pada kredibilitas pemerintah federal dan suku bunga tetap terkendali, ancaman dari sisi fiskal dapat dikelola dengan baik.

Apalagi, dibandingkan banyak negara maju lainnya, Amerika Serikat masih memiliki keunggulan sebagai penerbit mata uang cadangan dunia dan pasar obligasi terbesar yang likuid. Kondisi ini memberikan fleksibilitas tambahan dalam mengelola utang secara berkelanjutan.

Implikasi Global dari Kenaikan Plafon Utang AS

Kebijakan fiskal Amerika Serikat, terutama yang berkaitan dengan utang dan belanja negara, tidak hanya berdampak secara domestik, tetapi juga menimbulkan efek rambatan (spillover) secara global. Negara-negara berkembang yang memiliki eksposur tinggi terhadap dolar AS akan terpengaruh oleh perubahan suku bunga acuan dan likuiditas pasar global.

Selain itu, keputusan ini juga menegaskan dominasi AS dalam menentukan arah kebijakan ekonomi global, mengingat banyak bank sentral dunia menjadikan pergerakan imbal hasil obligasi AS sebagai acuan utama dalam menentukan strategi moneter domestik mereka.

Menakar Strategi Fiskal AS ke Depan

Dengan disahkannya RUU Pajak dan Belanja Negara serta kebijakan menambah plafon utang hingga USD 3,3 triliun, Senat AS menunjukkan komitmennya dalam menjaga stabilitas fiskal nasional. Kebijakan ini menjadi bagian dari upaya jangka pendek menghindari default, sekaligus membuka ruang manuver untuk belanja strategis pemerintah.

Ke depan, tantangan yang dihadapi pemerintah AS adalah menjaga keseimbangan antara kebutuhan pembiayaan dan keberlanjutan fiskal, serta memulihkan kembali keyakinan publik terhadap pengelolaan utang negara.

Pasar keuangan akan terus mencermati implementasi kebijakan ini, sementara dunia internasional pun akan mengawasi bagaimana langkah fiskal ini memengaruhi dinamika ekonomi global. Yang jelas, Amerika Serikat sekali lagi membuktikan bahwa manuver fiskalnya tetap memiliki daya dorong kuat dalam menjaga stabilitas sistem keuangan dunia.

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index