ASURANSI

Dorong Transformasi Sektor Asuransi Nasional

Dorong Transformasi Sektor Asuransi Nasional
Dorong Transformasi Sektor Asuransi Nasional

JAKARTA - Di tengah upaya penguatan sektor keuangan nasional, perhatian publik kini tertuju pada kondisi industri asuransi yang belum optimal dalam mendukung pertumbuhan ekonomi Indonesia. Salah satu indikator yang mencolok adalah rendahnya kontribusi aset industri asuransi terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) nasional.

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengungkapkan bahwa per Maret 2025, nilai aset industri asuransi Indonesia hanya setara dengan 5,1 persen dari total PDB. Angka tersebut menempatkan Indonesia pada posisi yang kurang kompetitif dibandingkan negara-negara lain di kawasan Asia Tenggara.

Hal ini disampaikan langsung oleh Ketua Dewan Komisioner OJK, Mahendra Siregar, yang menilai bahwa rendahnya kontribusi ini mencerminkan belum optimalnya peran industri asuransi dalam mendukung stabilitas dan ketahanan sistem keuangan nasional.

"Angka 5,1 persen ini masih jauh tertinggal dari negara-negara tetangga. Bahkan bisa dikatakan yang terendah di kawasan," ujar Mahendra Siregar dalam salah satu forum industri jasa keuangan, Selasa 01 JULI 2025.

Ketimpangan Regional dalam Industri Asuransi

Dalam membandingkan data, Mahendra menyoroti bahwa sejumlah negara Asia Tenggara telah menunjukkan kemajuan signifikan dalam hal penetrasi dan kontribusi industri asuransi terhadap perekonomian mereka. Negara seperti Malaysia dan Thailand mencatatkan kontribusi aset asuransi terhadap PDB di atas 10 persen, bahkan mendekati dua digit tinggi.

Ketimpangan ini menunjukkan bahwa Indonesia masih memiliki pekerjaan rumah besar dalam membangun industri asuransi yang inklusif, kuat, dan mampu menjangkau seluruh lapisan masyarakat.

Padahal, di tengah tantangan global seperti perubahan iklim, krisis kesehatan, hingga ketidakpastian ekonomi, kehadiran industri asuransi yang sehat dan kokoh menjadi sangat penting. Asuransi bukan hanya instrumen proteksi individu atau bisnis, tetapi juga berperan sebagai buffer system terhadap guncangan ekonomi nasional.

Faktor Penyebab dan Tantangan Struktural

OJK menyadari bahwa terdapat sejumlah faktor yang menyebabkan lambannya pertumbuhan industri asuransi nasional. Salah satunya adalah minimnya literasi dan inklusi keuangan di bidang asuransi.

Masyarakat Indonesia secara umum masih memiliki tingkat pemahaman yang rendah terhadap pentingnya perlindungan keuangan melalui asuransi. Banyak yang belum menjadikan asuransi sebagai bagian dari perencanaan keuangan mereka.

Selain itu, masih adanya persoalan tata kelola perusahaan asuransi yang belum sesuai dengan standar internasional juga menjadi tantangan tersendiri. Tidak sedikit perusahaan asuransi yang belum sepenuhnya menerapkan prinsip kehati-hatian dalam mengelola dana nasabah, termasuk dalam hal manajemen risiko dan investasi.

“Industri asuransi kita membutuhkan transformasi menyeluruh. Mulai dari peningkatan tata kelola, pengawasan berbasis risiko, hingga akselerasi digitalisasi,” ujar Mahendra.

Langkah Strategis OJK: Regulasi dan Digitalisasi

Sebagai regulator, OJK menegaskan komitmennya untuk terus melakukan penguatan terhadap sektor perasuransian melalui pendekatan regulasi dan supervisi yang terukur. Salah satu langkah konkret yang tengah dilakukan adalah peluncuran berbagai basis data digital, seperti Database Agen Asuransi dan Database Polis Nasional, untuk meningkatkan transparansi dan akuntabilitas.

Langkah ini diharapkan dapat menciptakan ekosistem industri asuransi yang lebih terpercaya dan berorientasi pada perlindungan konsumen.

Mahendra juga menekankan bahwa ekosistem digital harus digunakan untuk menjembatani kesenjangan akses dan partisipasi masyarakat terhadap produk asuransi. Melalui kemudahan akses digital, diharapkan semakin banyak masyarakat yang dapat menjangkau layanan asuransi secara praktis dan cepat, baik di perkotaan maupun wilayah tertinggal.

Peran Pelaku Industri: Inovasi Produk dan Perlindungan Jangka Panjang

Selain peran regulator, pelaku industri asuransi juga dituntut untuk melakukan reformasi dari dalam. Mahendra mendorong perusahaan asuransi untuk mendesain ulang produk-produk yang lebih adaptif terhadap kebutuhan masyarakat modern, termasuk asuransi berbasis syariah, asuransi mikro, serta perlindungan terhadap risiko-risiko non-tradisional seperti bencana alam dan pandemi.

Kepedulian terhadap generasi muda juga menjadi isu penting. Industri asuransi diminta untuk mengembangkan produk yang menarik bagi segmen milenial dan Gen Z, yang memiliki pola pikir finansial dan gaya hidup berbeda dibanding generasi sebelumnya.

“Kita harus membangun kesadaran dari sekarang bahwa asuransi adalah bagian penting dari kesejahteraan jangka panjang,” ucap Mahendra.

Dukungan Pemerintah dan Sektor Keuangan Lain

OJK berharap adanya sinergi dengan kementerian dan lembaga lain, termasuk Kementerian Keuangan, Kementerian Kesehatan, dan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), dalam menyusun strategi nasional penguatan asuransi.

Tak kalah penting adalah dukungan dari industri perbankan dan pasar modal. Kolaborasi lintas sektor dapat mempercepat pemulihan industri asuransi, sekaligus mendorong kontribusi lebih besar terhadap stabilitas ekonomi makro.

Momentum untuk Berbenah

Rendahnya porsi aset asuransi terhadap PDB Indonesia memang menjadi sinyal peringatan, namun juga menjadi momentum pembenahan yang tidak boleh disia-siakan. Transformasi menyeluruh harus dilakukan secara simultan—baik dari sisi regulasi, pelaku industri, maupun kesadaran masyarakat.

Ketua OJK Mahendra Siregar telah menggarisbawahi bahwa status quo dalam industri asuransi tidak dapat dipertahankan. Indonesia butuh industri asuransi yang bukan hanya besar dari sisi aset, tetapi juga berkualitas dari segi tata kelola, mampu menjangkau masyarakat secara luas, serta memiliki daya tahan terhadap berbagai tantangan ekonomi global.

Jika langkah-langkah strategis ini dilakukan secara konsisten, bukan tidak mungkin kontribusi aset industri asuransi terhadap PDB akan meningkat signifikan dalam lima hingga sepuluh tahun ke depan. Dan pada akhirnya, industri ini akan benar-benar menjadi fondasi penting dalam pembangunan ekonomi nasional yang inklusif dan berkelanjutan.

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index