JAKARTA - Ketimpangan akses terhadap hunian layak di Sumatera Utara (Sumut) menjadi perhatian serius pemerintah daerah. Gubernur Sumut, Muhammad Bobby Afif Nasution, menegaskan bahwa upaya mengatasi krisis tersebut membutuhkan keterlibatan aktif seluruh kepala daerah. Salah satu solusi konkret yang didorong adalah memaksimalkan program Kredit Pemilikan Rumah (KPR) Subsidi Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP), terutama bagi masyarakat berpenghasilan rendah.
Pernyataan tersebut disampaikan Bobby Nasution saat menyoroti rendahnya rasio kepemilikan rumah layak di wilayahnya. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), hingga tahun 2024, rumah tangga di Sumatera Utara yang memiliki akses terhadap hunian layak baru mencapai 73,47%. Dengan total sekitar 1,5 juta rumah tangga, artinya terdapat lebih dari 400.000 rumah tangga yang belum mampu mengakses hunian yang sesuai standar.
“Kita mendorong bupati dan walikota untuk maksimalkan program KPR Subsidi FLPP ini. Karena dengan skema itu, masyarakat yang berpenghasilan rendah bisa punya rumah sendiri,” kata Bobby Nasution dalam pernyataannya.
Realitas Ketimpangan Hunian di Sumut
Tantangan pemenuhan kebutuhan perumahan di Sumatera Utara mencerminkan gambaran umum nasional, di mana masih banyak masyarakat kesulitan mengakses tempat tinggal yang layak, aman, dan terjangkau. Kesenjangan ini terjadi baik di wilayah perkotaan maupun pedesaan, dipengaruhi oleh pertumbuhan penduduk, urbanisasi, dan terbatasnya lahan serta daya beli masyarakat.
Di beberapa kabupaten/kota seperti Medan, Deli Serdang, dan Binjai, keterbatasan lahan dan tingginya harga properti membuat kelompok masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) semakin sulit mewujudkan impian memiliki rumah sendiri. Sementara itu, di daerah-daerah pinggiran atau pedesaan, kendala lebih pada aspek infrastruktur dan akses ke fasilitas umum yang memadai.
Dengan angka 73,47% rumah tangga memiliki akses hunian layak, artinya 1 dari 4 keluarga di Sumatera Utara masih tinggal di rumah yang tidak memenuhi standar—baik dari sisi konstruksi, kelayakan sanitasi, maupun keamanan.
FLPP: Jembatan Antara Mimpi dan Kenyataan
Kredit Pemilikan Rumah (KPR) dengan skema subsidi FLPP menjadi instrumen penting dalam menjawab tantangan tersebut. Skema ini didesain oleh pemerintah pusat sebagai solusi untuk mendorong kepemilikan rumah bagi masyarakat berpenghasilan rendah dengan bunga rendah tetap (biasanya 5%), tenor panjang hingga 20 tahun, dan uang muka ringan.
Melalui FLPP, masyarakat yang sebelumnya terkendala oleh penghasilan bulanan yang terbatas kini memiliki akses yang lebih mudah untuk menjadi pemilik rumah. Program ini didukung oleh dana subsidi yang disalurkan melalui Badan Pengelola Tabungan Perumahan Rakyat (BP Tapera) dan dijalankan oleh bank-bank pelaksana di seluruh Indonesia.
Bobby Nasution memandang bahwa peluang dari FLPP belum dimanfaatkan secara maksimal di Sumut, terutama di kabupaten/kota yang belum agresif mendorong program ini. Oleh karena itu, ia meminta agar seluruh kepala daerah meningkatkan sosialisasi, mempercepat kerja sama dengan pengembang, dan mendampingi masyarakat agar bisa mengakses program tersebut secara luas.
“Jangan biarkan warga kita hanya terus menyewa atau menumpang. Program FLPP ini seharusnya menjadi prioritas dalam agenda pembangunan daerah,” tegas Bobby.
Dukungan Pemerintah Daerah Jadi Kunci
Pemerintah daerah memiliki peran sentral dalam menentukan keberhasilan program FLPP. Mulai dari kemudahan perizinan untuk proyek rumah subsidi, penyediaan lahan, hingga pendampingan terhadap masyarakat dalam proses pengajuan KPR, semuanya sangat bergantung pada inisiatif dan sinergi antara Pemda dan stakeholder terkait.
Di beberapa wilayah di Sumut, terdapat pengembang yang sudah mulai membangun kawasan perumahan bersubsidi. Namun, tantangan seperti minimnya infrastruktur pendukung (jalan, air bersih, transportasi publik), sering kali membuat lokasi perumahan subsidi menjadi kurang diminati. Oleh karena itu, intervensi pemerintah daerah sangat penting agar kawasan tersebut layak huni dan memiliki nilai tambah bagi warga.
Pemda juga bisa menggandeng bank-bank daerah untuk memperluas akses kredit, khususnya bagi pekerja informal yang tidak memiliki slip gaji tetap tetapi sebenarnya memiliki penghasilan rutin.
Harapan untuk Masa Depan
Jika semua pihak bergerak bersama—pemerintah pusat, pemerintah daerah, bank penyalur, pengembang, serta masyarakat—maka target peningkatan akses terhadap hunian layak bukanlah hal mustahil. Pemerintah Provinsi Sumatera Utara sudah menunjukkan komitmennya melalui arahan Gubernur, namun perlu ditindaklanjuti dengan kebijakan teknis dan dukungan anggaran yang memadai di tingkat daerah.
Dengan mengoptimalkan FLPP, tidak hanya rumah yang diberikan, tetapi juga harapan dan martabat bagi setiap keluarga yang selama ini terjebak dalam siklus sewa-menyewa atau tinggal di tempat yang tidak layak. Rumah adalah pondasi kehidupan sosial dan ekonomi. Dari rumah yang layak, anak-anak bisa belajar dengan nyaman, orang tua bisa bekerja dengan tenang, dan keluarga bisa hidup lebih sehat.
Menjadikan Kepemilikan Rumah Sebagai Hak, Bukan Sekadar Impian
Gubernur Bobby Nasution menggarisbawahi bahwa akses terhadap rumah layak harus diperlakukan sebagai hak dasar, bukan hanya sebagai impian jangka panjang yang sulit dijangkau oleh masyarakat kecil. FLPP merupakan solusi konkret dari negara untuk mewujudkan keadilan sosial di bidang perumahan.
“Kalau kita serius membantu masyarakat punya rumah, maka FLPP adalah pintunya. Tinggal kita mau atau tidak mempercepat itu,” tutup Bobby.
Dengan komitmen kuat dari kepala daerah dan dukungan dari pemerintah pusat, Sumatera Utara bisa menjadi model provinsi yang berhasil menurunkan angka ketimpangan hunian, sekaligus meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui kepemilikan rumah yang layak dan terjangkau.