JAKARTA - Harapan masyarakat akan terbebas dari kemacetan kronis di kawasan Puncak, Jawa Barat, kembali tertunda. Meskipun rencana pembangunan Tol Puncak sepanjang 51,8 kilometer sudah digaungkan sejak beberapa bulan lalu, hingga saat ini proyek tersebut belum kunjung dimulai. Penundaan ini menimbulkan tanda tanya besar: mengapa proyek yang dinilai bisa mengurai kemacetan parah ini tak kunjung direalisasikan?
Mengutip dari berbagai sumber, proyek Tol Puncak sebenarnya sudah masuk dalam daftar proyek infrastruktur yang diharapkan segera terealisasi, terutama oleh warga dan pelaku usaha pariwisata di kawasan Puncak. Pasalnya, jalur Puncak dikenal selalu padat, terutama saat akhir pekan dan musim liburan, dengan antrean kendaraan mengular hingga puluhan kilometer. Namun, hingga awal Juli 2025, proyek ini belum menampakkan tanda-tanda akan dimulai.
Ternyata, penyebab utamanya bukan karena kendala teknis di lapangan, melainkan kebijakan terbaru di tingkat pemerintah pusat. Presiden Prabowo Subianto sebelumnya pernah menyatakan akan menghentikan proyek tol yang masih berupa rencana. Kebijakan ini dikeluarkan dalam upaya evaluasi prioritas pembangunan infrastruktur, khususnya untuk proyek yang belum masuk tahap lelang.
Tol Puncak termasuk ke dalam kategori ini. “Tol Puncak sepanjang 51,8 kilometer ini ternyata termasuk salah satu tol yang rencana pembangunannya dihentikan,” demikian salah satu informasi yang diperoleh dari sumber yang mengikuti perkembangan proyek ini.
Meski begitu, Presiden Prabowo menegaskan bahwa proyek tol yang sudah memasuki tahap lelang, seperti Tol Getaci, akan tetap berjalan sesuai rencana. Hal ini menimbulkan perbedaan nasib antara proyek tol yang sudah mendekati tahap eksekusi dengan yang masih di atas kertas seperti Tol Puncak.
Padahal, jika dibangun, Tol Puncak diperkirakan mampu mengurai kepadatan lalu lintas yang kerap terjadi setiap hari. Lalu lintas di kawasan Puncak memang nyaris tak pernah sepi. Kendaraan dari berbagai kota memadati jalur ini, bukan hanya pada akhir pekan, tetapi juga pada hari-hari biasa, mengingat kawasan ini dikenal sebagai destinasi wisata keluarga dan lokasi strategis villa bagi warga Jabodetabek.
Sebagai informasi, rencana trase Tol Puncak ini sebenarnya cukup ambisius. Tol ini akan membentang dari Caringin, Megamendung, Cisarua, hingga Cianjur. Kawasan-kawasan ini bukan hanya padat lalu lintasnya, tetapi juga menjadi titik-titik kunjungan wisata yang populer. Megamendung misalnya, selama ini menjadi primadona wisatawan yang ingin bermalam di villa-villa di kaki Gunung Gede. Sementara itu, Cisarua hingga Cianjur juga terkenal dengan berbagai objek wisata alam, kebun teh, hingga taman safari yang selalu ramai pengunjung.
Bayangkan jika proyek ini terealisasi, perjalanan dari Jakarta menuju kawasan Puncak hingga Cianjur dapat dipangkas signifikan. Wisatawan tidak lagi harus menghadapi kemacetan berjam-jam yang melelahkan. Para pengusaha hotel, restoran, dan tempat wisata pun akan diuntungkan karena akses yang lebih cepat diyakini mampu mendongkrak kunjungan wisatawan.
Namun harapan itu harus ditunda. Kebijakan penghentian proyek tol baru yang belum dilelang menjadi ganjalan utama. Kondisi ini menimbulkan dilema, karena di satu sisi, pembangunan tol dinilai mendesak untuk mendukung pariwisata dan ekonomi daerah, tetapi di sisi lain pemerintah juga mempertimbangkan efisiensi anggaran dan keberlanjutan proyek infrastruktur.
Sementara itu, kepadatan jalur Puncak tak kunjung reda. Data dari kepolisian dan Dinas Perhubungan mencatat arus kendaraan menuju kawasan Puncak masih stabil di angka puluhan ribu kendaraan setiap akhir pekan. Penumpukan kendaraan terjadi mulai dari exit tol Jagorawi ke arah Ciawi hingga ke puncak-puncak jalur Cisarua. “Lalu lintas di daerah Puncak memang tiada hari tanpa macet. Selain adanya banyak tempat wisata, ada juga tempat makan serta penginapan,” kata seorang warga Megamendung yang sehari-hari beraktivitas di kawasan tersebut.
Harapan besar masih melekat pada proyek ini. Banyak warga dan pengusaha menilai pembangunan Tol Puncak bisa menjadi solusi jangka panjang mengingat pembatasan kendaraan melalui sistem ganjil-genap hanya efektif menekan kepadatan dalam waktu singkat.
Dengan luasnya wilayah yang akan dilewati, proyek Tol Puncak direncanakan melintasi Caringin yang berada di perbatasan Bogor, Megamendung yang menjadi pintu masuk utama ke kawasan wisata, Cisarua yang menjadi sentra penginapan, dan Cianjur yang menjadi penghubung dengan jalur menuju Jawa Barat bagian selatan. Hal ini menunjukkan bahwa proyek tersebut tidak hanya berdampak pada Bogor, tetapi juga pada mobilitas ke wilayah Jawa Barat secara keseluruhan.
Selain mengurai kemacetan, keberadaan Tol Puncak juga diyakini akan meningkatkan nilai ekonomi kawasan. Akses jalan tol akan mempercepat distribusi barang dan jasa, serta menghidupkan sektor-sektor usaha kecil di sepanjang jalur tersebut.
Namun hingga kebijakan penghentian proyek tol baru direvisi atau dikecualikan, Tol Puncak masih hanya sebatas rencana. Pemerintah daerah setempat, termasuk Pemkab Bogor dan Pemkab Cianjur, diharapkan terus melakukan komunikasi intensif dengan pemerintah pusat untuk mencari solusi terbaik agar rencana pembangunan tidak terhenti permanen.
Masyarakat pun berharap pemerintah bisa meninjau kembali kebijakan ini. Karena bagaimanapun, kelancaran akses transportasi akan memberikan multiplier effect bagi pertumbuhan ekonomi, khususnya di sektor pariwisata yang menjadi andalan kawasan Puncak.
Itulah gambaran lengkap tentang rencana proyek Tol Puncak yang hingga kini masih menggantung. Meski sangat dinantikan masyarakat, kebijakan nasional menjadi kunci utama kelanjutan proyek ini.