KEMENKES

Menkes Dorong Integrasi Kurikulum Kesehatan Gigi untuk Anak PAUD SD

Menkes Dorong Integrasi Kurikulum Kesehatan Gigi untuk Anak PAUD SD
Menkes Dorong Integrasi Kurikulum Kesehatan Gigi untuk Anak PAUD SD

JAKARTA - Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI resmi menggulirkan langkah strategis dengan menggandeng Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) untuk meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan gigi di tanah air. Salah satu program utamanya adalah memasukkan materi kesehatan gigi dan mulut ke dalam kurikulum pendidikan anak usia dini (PAUD), taman kanak-kanak (TK), hingga sekolah dasar (SD).

Kebijakan tersebut didasari oleh temuan yang mengkhawatirkan mengenai masih tingginya angka kasus gangguan kesehatan gigi di masyarakat Indonesia. Berdasarkan data dari Program Cek Kesehatan Gratis (CKG), hampir 9 juta orang yang diperiksa menunjukkan prevalensi masalah gigi dan mulut yang signifikan.

Hampir 50 persen responden tercatat mengalami gigi berlubang, 37 persen kehilangan gigi, dan 12,4 persen mengalami gangguan gusi. Data ini menggambarkan bahwa penyakit gigi dan mulut masih menjadi beban kesehatan yang serius dan meluas.

Ketua Pengurus Besar Persatuan Dokter Gigi Indonesia (PB PDGI), drg. Usman Sumantri, mengungkapkan bahwa menurut hasil Survei Kesehatan Indonesia (SKI) 2023, 56,9 persen dari populasi di atas usia tiga tahun mengalami gangguan gigi dan mulut. Dari jumlah itu, 88 persen menderita karies. “Artinya, hanya satu dari 16 orang Indonesia yang menyikat gigi dengan cara yang benar,” ungkap drg. Usman.

Kolaborasi Lintas Kementerian

Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin menegaskan bahwa kolaborasi ini merupakan langkah strategis dalam memajukan aspek promotif dan preventif di bidang kesehatan. “Sasaran utama adalah memasukkan materi kesehatan gigi dalam kurikulum wajib belajar. Anak-anak harus belajar menyikat gigi dengan benar sejak dini,” kata Menkes.

Program ini merupakan bagian dari pendekatan menyeluruh yang memadukan pendidikan kesehatan dalam sistem pembelajaran nasional untuk menciptakan generasi sehat sejak dini. Langkah tersebut juga selaras dengan upaya memperkuat sistem kesehatan berbasis komunitas dan keluarga.

Inisiatif ini mulai dirumuskan sejak pelantikan pengurus baru PB PDGI pada 14 Juni 2025, yang berfokus pada penguatan layanan dasar kesehatan gigi di tingkat fasilitas kesehatan primer, seperti Puskesmas dan Posyandu.

Perangkat Ajar Resmi Masuk Kurikulum

Sebagai bagian dari implementasi kebijakan ini, Kemenkes bersama Kemendikbudristek dan Kementerian Agama juga telah mengembangkan perangkat ajar berbasis kesehatan yang resmi masuk ke dalam Kurikulum Merdeka. Perangkat ini telah tersedia melalui Platform Merdeka Mengajar sejak akhir 2023.

Terdapat 22 topik kesehatan dalam perangkat ajar tersebut, yang meliputi gizi seimbang, sanitasi, imunisasi, kesehatan reproduksi, serta kesehatan gigi dan mulut. Seluruh materi dikembangkan untuk disesuaikan dengan jenjang pendidikan dari PAUD hingga SD.

Direktur Jenderal Kesehatan Masyarakat, Maria Endang Sumiwi, mengungkapkan bahwa hingga saat ini terdapat 19 perangkat ajar yang telah dirilis, 27 lainnya dalam tahap kurasi, dan 94 sedang dalam proses pengembangan. “Kami berupaya mendorong agar para guru di seluruh Indonesia dapat menerapkan materi ini dalam kegiatan belajar-mengajar di sekolah masing-masing,” ujarnya.

Program ini menyasar 60 juta siswa dan lebih dari 3 juta guru di seluruh Indonesia. Pelaksanaannya melibatkan organisasi masyarakat sipil seperti Indonesia Mengajar, guna memperkuat kapasitas guru sebagai agen perubahan perilaku sehat di lingkungan sekolah dan rumah tangga.

Penguatan Layanan Dasar dan Distribusi Tenaga Medis

Dalam upaya memperkuat layanan kesehatan gigi di tingkat akar rumput, Kemenkes juga menginstruksikan PDGI untuk merumuskan standar pelayanan gigi di Puskesmas. Standar tersebut meliputi layanan pemeriksaan gigi rutin, penambalan, perawatan akar, pencabutan, perawatan gusi, hingga penyediaan gigi palsu untuk lansia.

Menkes juga menyinggung pentingnya insentif untuk tenaga dokter gigi, khususnya yang bersedia ditempatkan di wilayah terpencil dan tertinggal. Sebab, hingga kini, sekitar 26,8 persen Puskesmas di Indonesia belum memiliki dokter gigi.

"Distribusi tenaga kesehatan masih menjadi tantangan. Pemerataan dokter gigi akan mendukung deteksi dini dan edukasi kesehatan gigi di komunitas," tegas Budi Gunadi.

Edukasi Sejak Dini dan Dampaknya

Integrasi pendidikan kesehatan gigi sejak usia dini dipercaya akan berdampak besar terhadap perilaku hidup bersih dan sehat dalam jangka panjang. Anak-anak yang terbiasa menyikat gigi dengan benar sejak kecil akan memiliki risiko lebih rendah terkena penyakit mulut.

Sekolah menjadi sarana strategis dalam menyampaikan pesan kesehatan kepada anak-anak sekaligus menjangkau keluarga mereka. Dengan pendekatan berbasis sekolah (whole-school approach) dan komunitas (whole-community approach), program ini diharapkan dapat menciptakan perubahan perilaku menyeluruh.

Guru tidak hanya menjadi pengajar, tapi juga fasilitator dalam membangun kesadaran akan pentingnya menjaga kesehatan gigi secara mandiri.

Program Sekolah Sehat dan Reformasi Preventif

Program ini juga bagian dari kampanye “Sekolah Sehat” yang tengah digalakkan Kemendikbudristek bersama Kemenkes. Tujuannya, memastikan bahwa anak-anak tumbuh dalam lingkungan belajar yang mendukung kesehatan fisik, mental, serta kebersihan pribadi dan lingkungan.

Perangkat ajar yang menyatu dalam sistem pendidikan ini bertujuan untuk mendorong literasi kesehatan yang lebih tinggi, mempercepat reformasi pelayanan primer, serta mengurangi beban sistem pelayanan sekunder akibat penyakit yang seharusnya bisa dicegah sejak dini.

Dengan pendekatan promotif yang kuat, pemerintah berharap fokus Puskesmas bisa beralih dari penanganan kuratif menjadi tindakan pencegahan aktif, khususnya terhadap penyakit mulut dan gigi.

Tantangan di Lapangan

Namun, program ini tentu menghadapi sejumlah tantangan. Di antaranya:

Kesiapan tenaga pengajar – Pelatihan guru untuk memahami materi kesehatan gigi dan cara penyampaiannya secara efektif menjadi kebutuhan utama.

Infrastruktur penunjang – Ketersediaan alat kesehatan gigi di Puskesmas serta dukungan teknis dari tenaga ahli harus dijamin merata.

Literasi masyarakat – Perlu edukasi kepada orang tua dan masyarakat agar turut serta dalam mengawal kebiasaan menyikat gigi anak secara benar di rumah.

Monitoring & evaluasi – Pemerintah perlu menerapkan sistem pengawasan mutu kurikulum kesehatan secara terstruktur dan terukur.

Langkah memasukkan kesehatan gigi ke dalam kurikulum pendidikan nasional merupakan strategi progresif untuk menanamkan kebiasaan hidup sehat sejak dini. Dukungan data epidemiologis, kebijakan lintas sektor, serta penyediaan perangkat ajar menjadi kombinasi penting dalam pelaksanaan program ini.

Dengan komitmen pemerintah dan kolaborasi semua pihak—termasuk PDGI, Puskesmas, dan komunitas pendidikan—diharapkan Indonesia dapat mencetak generasi yang tak hanya cerdas secara akademik, tetapi juga sehat secara fisik, khususnya dalam aspek kesehatan gigi dan mulut.

Jika program ini sukses diimplementasikan secara merata, bukan tidak mungkin Indonesia akan menjadi contoh penerapan kebijakan preventif berbasis pendidikan yang sukses di tingkat internasional.

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index