JAKARTA – Pemerintah melalui Badan Pangan Nasional (Bapanas) akan menyalurkan sebanyak 180 ribu ton beras bantuan sosial (bansos) dalam dua bulan ke depan, sebagai bagian dari strategi menjaga ketahanan pangan nasional sekaligus mendukung kesejahteraan masyarakat miskin dan rentan.
Menteri Pertanian Amran Sulaiman menyatakan bahwa program penyaluran beras bansos ini akan berlangsung secara bertahap dan terukur, dengan target total 360 ribu ton selama periode penyaluran.
“Selama dua bulan total menjadi 360 ribu ton kita akan bagi ke masyarakat tidak mampu,” ujar Amran melalui keterangan resmi.
Adapun distribusi beras bansos ini akan difokuskan ke wilayah-wilayah non-produsen beras, seperti Papua dan Maluku, serta sejumlah kota besar yang tidak memiliki produksi beras mandiri. Kebijakan ini diambil untuk memastikan tidak ada kesenjangan akses pangan antarwilayah di Indonesia.
Tak hanya daerah konsumsi, program ini juga akan menjangkau beberapa wilayah penghasil beras, khususnya yang harga gabah dan berasnya sudah melewati ambang batas harga pembelian pemerintah (HPP). Langkah ini merupakan strategi pemerintah untuk menjaga nilai tukar petani (NTP) agar tetap kompetitif, sekaligus menstabilkan harga di tingkat konsumen.
“Strategi kita lakukan untuk menjaga harga di tingkat petani tetap baik juga di tingkat konsumen tetap baik,” tegas Amran.
Jaga Stok dan Harga Tetap Stabil
Penyaluran beras dalam jumlah besar ini dipastikan tidak akan mengganggu ketersediaan cadangan beras nasional. Berdasarkan laporan terkini dari Kementerian Pertanian, stok beras nasional tercatat sebesar 4.001.059 ton, dengan serapan setara beras oleh Perum Bulog telah mencapai 2.407.257 ton. Amran memperkirakan, serapan pada bulan ini bisa mencapai 400 hingga 500 ribu ton tambahan.
“Cadangan tetap aman dan harga di tingkat petani tetap terjaga,” kata Amran, memastikan stabilitas stok dan pasar tetap menjadi prioritas utama pemerintah.
Kebijakan Pro Petani: Hapus Rafaksi, Naikkan HPP
Program bansos beras ini tak terlepas dari kebijakan nasional yang kini lebih berpihak pada petani. Pemerintah sebelumnya telah menetapkan harga pembelian pemerintah (HPP) untuk gabah kering panen (GKP) sebesar Rp 6.500 per kilogram, serta menghapus sistem rafaksi yang selama ini membebani petani.
Sistem rafaksi sebelumnya mengatur bahwa gabah yang diserap Bulog harus memenuhi kadar air maksimal 25 persen dan kadar kotoran maksimal 10 persen. Gabah yang tidak memenuhi ketentuan itu dikenakan potongan harga. Akibatnya, petani sering kali harus menjual gabahnya dengan harga rendah, meski dalam kondisi panen raya.
Dengan kebijakan baru tersebut, Perum Bulog diwajibkan menyerap gabah dari petani dalam kondisi apapun, tanpa diskriminasi kualitas, demi memastikan hasil panen petani tetap terserap dan memiliki nilai jual yang layak.
“Petani kini menikmati harga jual yang menguntungkan, bahkan di saat panen raya,” tutur Amran.
Dasar Hukum Penyesuaian Kebijakan
Perubahan kebijakan harga dan serapan gabah ini mengacu pada Keputusan Kepala Badan Pangan Nasional Nomor 14 Tahun 2025, yang merupakan revisi dari Keputusan Nomor 2 Tahun 2025. Aturan ini menegaskan peningkatan peran negara dalam memastikan perlindungan kepada petani melalui kebijakan harga dan penghapusan rafaksi.
Langkah-langkah tersebut juga merupakan hasil arahan langsung dari Presiden Prabowo Subianto yang menginstruksikan optimalisasi produksi dalam negeri, peningkatan kesejahteraan petani, dan penguatan ketahanan pangan nasional.
Sinergi untuk Ketahanan Pangan
Amran menekankan bahwa program distribusi bansos beras bukan hanya bersifat jangka pendek sebagai solusi sosial, tetapi juga menjadi bagian dari strategi jangka panjang untuk memperkuat ekosistem pertanian nasional yang adil dan berkelanjutan. Pemerintah ingin menciptakan keseimbangan antara kepentingan produsen dan konsumen.
Distribusi bantuan pangan dilakukan secara selektif agar tepat sasaran kepada masyarakat yang memang membutuhkan. Hal ini sekaligus menjadi upaya konkret pemerintah dalam mengendalikan inflasi harga beras dan mencegah lonjakan harga di pasar.
Dengan kombinasi antara ketersediaan stok nasional yang mencukupi, distribusi bantuan yang efisien, dan kebijakan harga yang adil, pemerintah optimistis dapat menjaga stabilitas sektor pangan nasional di tengah berbagai tantangan global dan iklim.