JAKARTA - Pertumbuhan ekonomi digital yang pesat mendorong pemerintah menyiapkan strategi baru dalam pemungutan pajak. Pada 2024, ekonomi digital Indonesia mencapai Rp1.454 triliun, tumbuh 6,6% dan melampaui laju Produk Domestik Bruto (PDB). Kondisi ini membuka peluang besar bagi negara untuk meningkatkan penerimaan pajak melalui sektor digital yang selama ini belum sepenuhnya teroptimalkan.
Kementerian Keuangan (Kemenkeu) pun merancang mekanisme pemungutan pajak yang lebih efisien pada 2025 dengan melibatkan platform e-commerce sebagai pemungut pajak langsung. Dengan model ini, pedagang tidak lagi bertanggung jawab menghitung, melapor, dan menyetor pajak sendiri. Sebaliknya, seluruh proses dilakukan secara otomatis oleh platform tempat mereka berjualan.
Staf Ahli Menteri Keuangan Bidang Kepatuhan Pajak, Yon Arsal, menekankan bahwa langkah ini bertujuan menyederhanakan administrasi perpajakan sekaligus menciptakan kesetaraan bagi seluruh pelaku industri digital. “Kita melihat peluang dari ekonomi digital yang sangat besar maka kita kemarin tahun 2025 ini untuk meningkatkan kemudahan dan memberikan kemudahan administrasi sebenarnya bagi wajib pajak kita coba menjelajah juga ke daerah perpajakan digital,” ujarnya.
- Baca Juga KUR BRI 2025, Pinjaman UMKM Tanpa Ribet
Menurut Yon, mekanisme baru ini memungkinkan terciptanya level playing field bagi seluruh pelaku usaha digital. Artinya, semua pedagang, baik skala besar maupun kecil, tunduk pada aturan yang sama sehingga persaingan usaha lebih adil. Dengan demikian, penerimaan pajak dari transaksi digital diharapkan meningkat secara signifikan tanpa membebani pedagang dengan prosedur administrasi yang rumit.
Optimalisasi Pajak Kripto
Selain fokus pada e-commerce, Kemenkeu juga menyiapkan kebijakan baru terkait aset kripto. Setelah pengawasan perdagangan kripto dipindahkan dari Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) ke Otoritas Jasa Keuangan (OJK), tarif pajak disesuaikan untuk menyesuaikan dengan standar fiskal dan tren global.
Tarif pajak untuk transaksi pedagang kripto yang terdaftar di OJK dikenakan PPh Pasal 22 final sebesar 0,21%. Sementara transaksi yang dilakukan melalui penyedia jasa luar negeri dikenakan tarif 1%. Kebijakan ini dirancang untuk memudahkan pemungutan sekaligus memberikan kepastian hukum bagi investor dan pedagang aset digital.
Yon menjelaskan, langkah-langkah ini bagian dari strategi Kemenkeu memperkuat basis perpajakan nasional sekaligus menyesuaikan sistem fiskal dengan perkembangan ekonomi digital. Dengan melibatkan platform e-commerce dan mengatur pajak kripto, pemerintah berupaya menjaga keadilan sistem pajak serta meningkatkan rasio penerimaan negara.
Efisiensi Administrasi dan Keadilan Pajak
Salah satu tantangan utama dalam pemungutan pajak digital adalah kompleksitas administrasi. Selama ini, pedagang harus menghitung sendiri pajak yang terutang, melaporkan secara berkala, dan menyetor ke kas negara. Proses ini memakan waktu dan rentan kesalahan, terutama bagi usaha mikro dan kecil yang tidak memiliki tim akuntansi profesional.
Dengan melibatkan platform e-commerce sebagai pemungut pajak, proses administrasi lebih sederhana dan transparan. Pedagang cukup fokus pada operasional usaha, sementara pajak otomatis diproses oleh platform. Menurut Yon, kebijakan ini tidak hanya meningkatkan kepatuhan pajak tetapi juga memudahkan pemerintah memantau transaksi digital secara real-time.
Selain itu, langkah ini menciptakan keadilan bagi semua pelaku industri digital. Selama ini, sebagian pedagang besar sudah memiliki sumber daya untuk mematuhi aturan pajak, sedangkan pedagang kecil sering mengalami kesulitan. Dengan sistem pemungutan otomatis melalui platform, seluruh pedagang digital berada pada level playing field yang sama.
Proyeksi Dampak terhadap Penerimaan Negara
Kemenkeu menilai potensi penerimaan dari sektor ekonomi digital sangat besar. Dengan mekanisme baru, diharapkan rasio perpajakan dapat meningkat seiring pertumbuhan transaksi online yang kian masif. Mengingat tren digitalisasi terus meluas, strategi ini tidak hanya relevan untuk 2025, tetapi juga untuk jangka panjang.
Selain itu, kebijakan pajak kripto diharapkan membawa kontribusi tambahan bagi kas negara. Dengan adanya tarif jelas bagi transaksi lokal maupun luar negeri, pemerintah dapat menertibkan ekosistem kripto sekaligus meningkatkan kepatuhan. Investor pun mendapat kepastian hukum terkait kewajiban pajak yang harus dipenuhi.
Menuju Sistem Fiskal Modern
Strategi Kemenkeu ini mencerminkan upaya adaptasi sistem fiskal terhadap perkembangan ekonomi digital dan tren global. Dengan mengintegrasikan e-commerce dalam pemungutan pajak serta menyesuaikan regulasi kripto, pemerintah menunjukkan langkah proaktif dalam menjaga keberlanjutan penerimaan negara.
Yon Arsal menegaskan, optimalisasi pajak digital tidak hanya tentang meningkatkan pendapatan negara, tetapi juga memberikan kemudahan bagi wajib pajak dan menciptakan ekosistem usaha yang adil. “Kita melihat bagaimana pemajakan transaksi digital ini juga menciptakan kondisi yang setara atau level playing field bagi seluruh industri,” katanya.
Dengan demikian, kebijakan baru Kemenkeu pada 2025 menghadirkan sistem perpajakan yang lebih modern, efisien, dan berkeadilan, sejalan dengan laju pertumbuhan ekonomi digital Indonesia yang kian pesat. Pemerintah berharap strategi ini akan memperluas basis penerimaan negara, sekaligus memberikan kemudahan bagi pelaku usaha dalam menjalankan bisnisnya di era digital.