JAKARTA - Saat sebagian besar sektor usaha merasakan dampak lesunya perekonomian, industri kecantikan di Indonesia menunjukkan tren yang berbeda. Klinik perawatan kulit dan wajah tetap ramai dikunjungi, bahkan mencatatkan peningkatan signifikan sepanjang tahun ini. Salah satu contohnya adalah Derma Express, yang baru saja membuka cabang ke-22 di kawasan Bekasi Central Business District (BCBD).
Perawatan Diri Tidak Lagi Sekadar Tren
Menurut COO Derma Express, dr. Angel, kesadaran masyarakat terhadap perawatan diri kini semakin tinggi dan mencakup berbagai kelompok usia. “Faktanya, bukan hanya anak muda yang peduli perawatan. Sekarang ibu-ibu usia 40, 50, bahkan 60 tahun pun ingin tampil segar. Mereka datang bukan lagi karena FOMO, tapi karena ingin benar-benar tahu apa masalah kulitnya,” ujar Angel.
- Baca Juga 10 Makanan Tradisional Papua Wajib Coba
Klinik perawatan kini tidak hanya menangani kasus jerawat atau flek hitam, tetapi juga tren baru yang berkembang di media sosial. Banyak pasien ingin hasil wajah mereka menyerupai efek filter digital, seperti wajah yang lebih tirus, kulit mulus tanpa jerawat, atau tampilan wajah yang lebih simetris.
“Permintaan itu ada, bahkan banyak. Mereka membawa foto hasil filter dan bilang ke dokter ‘Saya mau seperti ini, dok’,” jelas Angel. Namun, klinik tidak sembarangan mengabulkan semua keinginan pasien. Dokter terlebih dahulu menilai apakah permintaan tersebut realistis. “Kalau permintaannya realistis tentu bisa. Tapi kalau tidak realistis, misalnya hidung terlalu lancip atau bentuk wajah yang sama sekali berbeda, ya kami harus jujur tidak bisa,” tegasnya.
Tren Treatment yang Sedang Digemari
Selain mengikuti efek filter, perawatan kini bergeser ke arah konturing wajah. Treatment seperti botox rahang, mesolipo pipi, hingga filler dagu menjadi layanan favorit. “Banyak pasien datang bawa foto hasil filter. Kalau permintaannya realistis tentu bisa, tapi kalau berlebihan kami harus jelaskan tidak bisa,” tambah Angel.
Menurutnya, media sosial tidak hanya memengaruhi selera pasien, tetapi juga menjadi pendorong pertumbuhan bisnis klinik. Ulasan di Google maupun testimoni melalui aplikasi internal digunakan sebagai strategi membangun kepercayaan publik. “Sekarang zamannya sosmed. Orang bisa cek rekam jejak klinik sebelum datang. Kami bahkan minta pasien isi review secara anonymous, jadi lebih jujur. Itu yang bikin kami bisa berkembang pesat,” ungkap Angel.
Transparansi dan Legalitas Produk Jadi Prioritas
Meski persaingan di dunia kecantikan semakin ketat, Derma Express tetap menekankan standar legalitas produk dan transparansi harga. Angel menekankan, penggunaan bahan ilegal berisiko tinggi, dan kliniknya lebih memilih produk legal yang sudah terbukti aman dan efektif.
“Kami juga tidak ada jebak-jebakan. Pasien tahu harga dari awal, bayar di depan, setelah treatment tidak ada tambahan lagi,” jelasnya. Pendekatan ini menjadi salah satu kunci keberhasilan klinik dalam menarik kepercayaan konsumen, bahkan di tengah ketidakpastian ekonomi.
Industri Kecantikan Tumbuh di Tengah Krisis
Fenomena ini membuktikan bahwa industri kecantikan mampu bertahan, bahkan tumbuh, ketika sektor lain mengalami tekanan. Permintaan yang terus meningkat dari berbagai kalangan usia menunjukkan bahwa masyarakat tetap mengutamakan perawatan diri sebagai bagian dari gaya hidup.
“Di tengah situasi ekonomi yang disebut ‘carut-marut’, jujur, puji Tuhan, klinik kami dan skincare tetap naik. Buat saya kualitas tidak pernah mengkhianati hasil,” pungkas Angel.
Kesadaran masyarakat terhadap perawatan kulit dan wajah juga menjadi indikasi bahwa industri ini memiliki resiliensi tinggi terhadap kondisi ekonomi yang berfluktuasi. Tren perawatan yang modern dan dipengaruhi media sosial membuat klinik kecantikan terus berkembang, sementara strategi transparansi harga dan penggunaan produk legal menambah nilai kepercayaan konsumen.
Dengan inovasi layanan dan pendekatan yang tepat, industri kecantikan di Indonesia menunjukkan bahwa sektor ini tidak hanya bertahan, tetapi juga menjadi peluang bisnis yang menjanjikan, bahkan ketika sektor lain menghadapi tekanan ekonomi yang berat.