BI Sulsel Dorong Pasar Baru Nikel

Rabu, 13 Agustus 2025 | 08:21:16 WIB
BI Sulsel Dorong Pasar Baru Nikel

JAKARTA - Harga nikel yang terus mengalami penurunan tajam dalam beberapa tahun terakhir menjadi perhatian serius bagi industri di Sulawesi Selatan, terutama yang bergantung pada komoditas ini sebagai andalan ekonomi daerah. Kepala Perwakilan Bank Indonesia (BI) Provinsi Sulawesi Selatan, Rizki Ernadi Wimanda, menyoroti pentingnya langkah strategis memperluas pasar nikel ke luar Tiongkok guna mengantisipasi penurunan permintaan global yang berdampak langsung pada produksi dan tenaga kerja.

Surplus Global dan Penurunan Permintaan Nikel

Menurut Rizki, penurunan harga nikel tidak lepas dari ketidakseimbangan yang terjadi antara pasokan bahan baku dengan permintaan global. Sejak 2023, pasar nikel dunia mengalami surplus produksi yang signifikan, sehingga memicu gap hingga 198 juta ton. Kondisi ini menyebabkan ekspor nikel dunia juga melemah karena suplai yang berlebihan tidak diikuti dengan permintaan yang seimbang. “Industri pengolahan utamanya nikel terus menurun sebab permintaan secara global juga terus mengalami penurunan,” jelas Rizki.

Fenomena oversupply ini membuat harga nikel jatuh bebas dan menyebabkan penurunan volume ekspor, terutama bagi negara penghasil utama seperti Indonesia. Dampak penurunan harga ini tidak hanya bersifat ekonomi, namun juga sosial karena menyebabkan banyak tenaga kerja di sektor nikel harus dirumahkan akibat melemahnya industri.

Keterbatasan Kapasitas Pengolahan Smelter

Selain tantangan pasar global, Rizki juga mengungkap masalah lain yang menghambat kemajuan industri nikel di Indonesia, khususnya di Sulawesi Selatan, yakni kapasitas pengolahan smelter yang masih terbatas. Keterbatasan ini menyebabkan Indonesia masih mengandalkan ekspor bahan baku mentah ketimbang produk olahan bernilai tambah tinggi. Hal tersebut juga berdampak pada keterbatasan kesempatan kerja di sektor pengolahan.

“Kami merekomendasikan bahwa please buka pasar baru di luar Tiongkok,” tegas Rizki. Selama ini, pasar Tiongkok sangat dominan menyerap nikel dari Indonesia. Namun, ketergantungan yang tinggi ini menjadi risiko ketika permintaan Tiongkok menurun secara signifikan, sehingga otomatis berpengaruh pada produksi domestik.

Strategi Diversifikasi Pasar dan Invasi Investor Baru

Mengantisipasi tantangan tersebut, BI Sulsel menyarankan agar Indonesia memperluas jaringan pasar nikel ke negara-negara lain, terutama negara-negara di ASEAN serta India yang menunjukkan potensi pasar yang cukup besar. Strategi ini diharapkan mampu mengurangi risiko ketergantungan pada satu pasar dan membuka peluang kerja sama investasi yang lebih luas.

Rizki menambahkan, dengan mengundang lebih banyak investor dari berbagai negara, Indonesia dapat memperkuat rantai pasok industri nikel hingga ke tahap produksi baterai sel, yang merupakan produk bernilai tambah tinggi dan sedang banyak diminati dunia. “Kita bisa mengundang investor dari berbagai negara sehingga rantai pasok hingga produksi baterai sel dapat dilakukan di Indonesia,” ujarnya.

Dampak Sosial Ekonomi dan Harapan Pemulihan

Penurunan permintaan dan harga nikel berimbas pada kondisi sosial ekonomi di daerah penghasil nikel. Banyak pekerja di sektor ini yang dirumahkan karena industri yang melemah. Hal ini menuntut pemerintah dan pelaku industri untuk segera mencari solusi agar dampak negatif tersebut tidak meluas dan mendorong pemulihan sektor ini.

Di sisi lain, diversifikasi pasar dan pengembangan produk bernilai tambah diharapkan dapat menjadi kunci keberlanjutan industri nikel di Sulawesi Selatan dan sekitarnya. Dengan begitu, ekonomi daerah dapat tetap stabil dan membuka lapangan kerja baru yang lebih berkelanjutan.

Terkini

BYD Masuk 20 Besar Mobil Terlaris

Rabu, 13 Agustus 2025 | 11:28:33 WIB

JNE Karawang Perluas Layanan

Rabu, 13 Agustus 2025 | 15:46:57 WIB

Kirim Barang Lewat JNT Express

Rabu, 13 Agustus 2025 | 16:00:56 WIB

Pos Indonesia Layani Penerima BSU

Rabu, 13 Agustus 2025 | 16:07:15 WIB

Proyek MRT Jakarta

Rabu, 13 Agustus 2025 | 16:11:49 WIB