NICL Optimistis di Tengah Tekanan Harga Nikel

Selasa, 22 Juli 2025 | 13:25:08 WIB
NICL Optimistis di Tengah Tekanan Harga Nikel

JAKARTA - Ketidakpastian global yang masih menyelimuti perekonomian dunia, terutama akibat kebijakan tarif perdagangan dari Amerika Serikat, menciptakan dinamika baru bagi pasar logam, termasuk nikel. Komoditas unggulan ini tengah menghadapi tekanan yang tidak ringan, seiring dengan fluktuasi harga yang diperkirakan masih akan terus berlangsung hingga akhir 2025.

Namun, di tengah tekanan tersebut, industri nikel Indonesia justru melihat celah peluang strategis untuk mengambil peran penting di pasar global. PT PAM Mineral Tbk (NICL), sebagai salah satu emiten tambang dalam negeri, menunjukkan optimisme tinggi melalui langkah-langkah ekspansi dan efisiensi yang telah dijalankan sejak awal tahun.

Fluktuasi harga nikel saat ini bukan hanya dipicu oleh kebijakan tarif dagang dari AS, tetapi juga disebabkan oleh kelebihan pasokan nikel di pasar global. Kondisi ini membuat harga nikel rentan terhadap tekanan lanjutan. Meski demikian, persaingan yang semakin kompetitif di sektor nikel domestik menciptakan peluang yang tak kalah penting bagi pelaku industri dalam negeri.

Direktur Utama NICL, Ruddy Tjanaka, mengungkapkan bahwa dengan semakin beragamnya teknologi pengolahan nikel yang digunakan oleh smelter-smelter di Indonesia, perusahaan memiliki keunggulan strategis. Keberadaan smelter dengan kebutuhan spesifik membuka ruang bagi NICL untuk menawarkan beragam kategori ore yang sesuai dengan spesifikasi pasar.

"Situasi dan kondisi nikel domestik saat ini semakin kompetitif dengan adanya beberapa smelter yang beroperasi dengan berbagai teknologi. Ini menjadi keuntungan untuk perseroan karena bisa memproduksi berbagai jenis ore sesuai kebutuhan pasar," ujarnya.

Langkah strategis pun terus digalakkan. NICL, misalnya, tidak hanya berfokus pada produksi dan penjualan semata, tetapi juga membangun jaringan kemitraan dengan berbagai pihak. Perusahaan aktif menjalin kerjasama dengan sejumlah smelter dan trader, guna memperluas jangkauan pasar mereka. Wilayah pemasaran pun kini tidak lagi terbatas pada Sulawesi Tenggara dan Sulawesi Tengah, tetapi telah merambah hingga ke Pulau Obi dan Pulau Halmahera.

“Perseroan juga akan membuka peluang untuk mencari beberapa partner strategis dalam rangka pengembangan usaha Perseroan,” lanjut Ruddy.

Perluasan pasar ini menjadi bagian penting dari strategi NICL untuk tetap bertahan dan berkembang di tengah tekanan pasar global. Tak hanya itu, perusahaan juga menunjukkan performa keuangan yang solid pada semester pertama tahun ini. Penjualan NICL melonjak drastis menjadi Rp1,05 triliun, atau naik 152,07% dibanding periode yang sama tahun sebelumnya yang hanya sebesar Rp419,19 miliar.

Kenaikan volume penjualan menjadi salah satu faktor utama yang mendorong peningkatan pendapatan. Dari sebelumnya 707.597 metrik ton (mt), volume penjualan nikel perusahaan meningkat menjadi 1.885.433 mt naik hingga 166,46%. Lonjakan volume ini turut mendongkrak kinerja laba perusahaan secara signifikan.

Laba kotor perusahaan tercatat naik tajam dari Rp142,85 miliar menjadi Rp523,46 miliar. Ini berarti ada kenaikan sebesar 266,43% secara tahunan. Marjin laba kotor juga naik dari 34,08% menjadi 49,54%, menandakan efisiensi operasional yang semakin baik.

Tak hanya itu, laba usaha NICL juga menunjukkan pertumbuhan mencolok. Dari semula Rp87,87 miliar, angka tersebut melonjak menjadi Rp456,30 miliar naik 419,32%. Sementara itu, laba bersih pada semester pertama 2025 tercatat sebesar Rp358,07 miliar, naik 386,51% dari periode sebelumnya yang hanya Rp73,59 miliar.

Kinerja positif ini mencerminkan bagaimana strategi efisiensi dan adaptasi yang dijalankan perusahaan mampu memberikan hasil yang signifikan, bahkan di tengah kondisi pasar yang tidak stabil. Ruddy Tjanaka menyebutkan bahwa sejak akhir tahun lalu, perusahaan telah memprediksi tren penurunan harga nikel dan mengambil langkah antisipatif yang sesuai.

“Sejak akhir tahun 2024, harga acuan nikel domestik mengalami penurunan sebesar 3,80% sejalan dengan tren global dan euforia pasar kendaraan listrik yang mulai normal serta meningkatnya permintaan baja stainless steel. Kami melihat bahwa penurunan harga nikel tersebut merupakan koreksi positif dan sudah diprediksi oleh perseroan,” jelasnya.

Menurut Ruddy, NICL sudah menyiapkan langkah-langkah untuk menghadapi berbagai kemungkinan sejak awal tahun, yang tercermin dari capaian kinerja mereka sepanjang semester pertama.

“Kami meyakini penurunan harga ini merupakan fluktuasi jangka pendek dan Perseroan berkomitmen untuk tetap adaptif terhadap situasi terkini guna mempersiapkan juga mengantisipasi segala kemungkinan yang terjadi,” lanjutnya.

Terlepas dari tantangan yang dihadapi akibat kebijakan ekonomi negara-negara besar serta kondisi geopolitik yang belum stabil, NICL tetap menaruh kepercayaan tinggi pada masa depan bisnis mereka.

“Di tengah situasi geopolitik global yang belum stabil dan turut berdampak pada perekonomian dalam negeri, kami tetap merasa puas dengan kinerja operasional dan keuangan Perseroan pada kuartal kedua 2025,” tegas Ruddy.

Dengan segala strategi yang telah dijalankan, NICL menjadi contoh bagaimana perusahaan pertambangan di Indonesia bisa tetap relevan dan berkembang, meski dihadapkan pada tekanan global. Adaptasi cepat, efisiensi biaya, dan diversifikasi pasar menjadi kunci dalam menjaga daya saing dan ketahanan industri nikel nasional.

Terkini

10 Wisata Terbaik di Trenggalek untuk Liburan Singkat

Selasa, 22 Juli 2025 | 15:21:18 WIB

Penerbangan Langsung Lombok–Labuan Bajo Diresmikan

Selasa, 22 Juli 2025 | 15:24:20 WIB

Pemutihan Pajak Kendaraan di Jatim

Selasa, 22 Juli 2025 | 15:27:44 WIB

Poirier Pensiun dari UFC, Makhachev Beri Tribut

Selasa, 22 Juli 2025 | 15:30:48 WIB