Petani Panen Tembakau Dongkrak Ekonomi Desa

Senin, 21 Juli 2025 | 14:32:14 WIB
Petani Panen Tembakau Dongkrak Ekonomi Desa

JAKARTA - Musim panen tembakau di Bondowoso bukan hanya menjadi momen penting bagi petani, tetapi juga membuka peluang usaha baru yang memutar roda ekonomi lokal. Di tengah dinamika pertanian musiman, kreativitas warga desa menjadi salah satu pendorong geliat ekonomi yang tak kalah penting. Fenomena ini terlihat jelas di Desa Kupang, Kecamatan Pakem, Kabupaten Bondowoso, di mana warga memanfaatkan momentum panen untuk meraup penghasilan tambahan melalui usaha pembuatan alat rajang tembakau.

Salah satu contoh keberhasilan usaha lokal datang dari Suwito, seorang warga yang secara mandiri merakit alat rajang tembakau. Berbekal keahlian otodidak, Suwito memanfaatkan baja impor asal Cina sebagai bahan utama produksinya. Ia tidak hanya menjual alat rajang yang siap pakai, tetapi juga memproduksi pisau-pisau tajam yang dapat dimodifikasi langsung oleh petani menjadi alat rajang manual.

“Saya beli bahan bakunya seperti baja impor dari Cina. Kemudian saya las, ditempa sampai presisi hingga diasah setajam mungkin,” jelas Suwito, menjabarkan proses produksi yang digelutinya dengan penuh ketekunan.

Meski hanya aktif saat musim panen tembakau tiba, usaha Suwito ternyata memiliki jangkauan yang cukup luas. Tidak hanya melayani permintaan dari warga sekitar, tetapi juga hingga ke wilayah kecamatan lain seperti Wringin dan Binakal. Ini menunjukkan bahwa kebutuhan alat off farm seperti alat rajang tetap tinggi, terutama saat masa panen berlangsung.

“Memang khusus untuk usaha tembakau yang sekarang mulai masuk masa panen. Walaupun begitu, hasilnya lumayan. Warga Wringin dan Binakal juga beli ke sini,” tambah Suwito.

Produk buatannya berupa pisau tajam untuk merajang tembakau, yang biasanya dipasang pada balok kayu lengkap dengan kursi untuk buruh rajang. Harganya bervariasi, mulai dari Rp250 ribu hingga Rp350 ribu per unit, tergantung pada ukuran dan ketajaman pisau. Dengan strategi penjualan tersebut, Suwito mampu meraih omzet harian lebih dari Rp1,5 juta.

“Alhamdulillah, sehari omzet selalu di atas Rp 1,5 juta. Kerja santai,” ungkapnya sambil tersenyum.

Di sisi lain, geliat produksi alat rajang ini berkorelasi langsung dengan mulai berlangsungnya musim panen tembakau di Bondowoso. Ketua Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI) Kabupaten Bondowoso, Yasid, menyampaikan bahwa sejumlah wilayah memang telah memasuki masa panen, khususnya bagi petani yang melakukan penanaman sejak Maret hingga April.

“Bagi yang tanam Maret-April, Juli ini sudah masuk panen. Biasanya lahan tadah hujan seperti di wilayah pegunungan,” jelas Yasid.

Namun, panen belum serentak. Untuk lahan tembakau yang berada di wilayah teknis—yakni area dengan sistem pengairan yang lebih stabil—panen diperkirakan baru akan berlangsung pada bulan Agustus. Ini berarti, puncak kebutuhan alat-alat rajang kemungkinan masih akan berlanjut hingga beberapa pekan ke depan, membuka lebih banyak peluang ekonomi bagi pelaku usaha kecil seperti Suwito.

Lebih jauh, Yasid mengingatkan bahwa hasil panen sangat bergantung pada kondisi cuaca. Ia menyoroti fenomena ‘kemarau basah’ yang saat ini melanda sebagian wilayah, yang dapat memengaruhi kualitas dan kuantitas tembakau.

“Kalau cuaca bersahabat, harga bisa mahal. Tapi kalau kemarau basah seperti sekarang, kualitas tembakau bisa menguning dan kuantitasnya turun,” ungkap Yasid, yang juga merupakan warga Desa Pekalangan, Kecamatan Tenggarang.

Ia menjelaskan, kondisi cuaca yang kurang panas dapat menghambat proses pengeringan tembakau secara alami, yang pada akhirnya berdampak pada mutu hasil panen. Penurunan kualitas ini juga berdampak pada harga jual di pasaran, sehingga petani harus lebih waspada dan melakukan langkah-langkah antisipasi.

Dalam kondisi ideal, rata-rata hasil panen tembakau di Bondowoso dapat mencapai 1 hingga 1,2 ton per hektare. Namun, dengan kemarau basah seperti sekarang, Yasid memperkirakan hasil panen bisa menurun hingga sekitar 900 kilogram per hektare. Ini menjadi tantangan tersendiri bagi petani tembakau yang sangat bergantung pada kondisi alam.

Meski demikian, geliat ekonomi lokal seperti usaha alat rajang Suwito menjadi semacam penyeimbang yang membawa angin segar. Di tengah fluktuasi hasil pertanian, kegiatan produktif warga di luar aktivitas utama bertani mampu memberikan pemasukan tambahan dan memperkuat ketahanan ekonomi desa. Tidak hanya petani yang diuntungkan, tetapi juga pelaku usaha kecil, tukang las, pengrajin logam, hingga penjual kayu dan peralatan lainnya ikut merasakan dampak positif dari musim panen ini.

Dengan masih berlangsungnya masa panen dalam beberapa minggu ke depan, serta tingginya permintaan alat rajang, geliat ekonomi musiman ini diharapkan mampu memberi kontribusi nyata bagi perekonomian desa di Bondowoso. Ini menunjukkan bahwa inovasi lokal dan kemandirian warga bisa menjadi solusi di tengah tantangan agraris yang kerap muncul secara musiman.

Terkini

Tablet Samsung Murah Mulai Rp1 Jutaan

Senin, 21 Juli 2025 | 15:49:36 WIB

Xiaomi 15, Flagship Terjangkau 2025

Senin, 21 Juli 2025 | 15:52:52 WIB