BPK Ungkap Celah dalam Pembiayaan Corporate Banking BSI

Kamis, 10 Juli 2025 | 09:04:35 WIB
BPK Ungkap Celah dalam Pembiayaan Corporate Banking BSI

JAKARTA - Pemeriksaan yang dilakukan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) terhadap PT Bank Syariah Indonesia (BSI) untuk tahun 2022 mengungkap sejumlah kekurangan serius dalam pengelolaan pembiayaan segmen corporate banking, kegiatan investasi, dan operasional. Temuan tersebut tertuang dalam laporan pemeriksaan No. 30/AUDITAMA VII/PDTT/9/2024. Salah satu kasus yang mencuat adalah pembiayaan yang diberikan kepada PT DCP, sebuah perusahaan konstruksi baja dan galvanis di Surabaya, dimana struktur analisis dan pengelolaan agunannya dinyatakan masih jauh dari standar yang ditetapkan bank.

Menurut BPK, “pemberian fasilitas pembiayaan itu tidak didukung analisis yang memadai dan pengelolaan agunan belum sepenuhnya sesuai dengan standar prosedur bisnis pembiayaan korporasi BSI.” Pernyataan tersebut tidak hanya menyiratkan kekurangan teknis, tetapi juga menimbulkan pertanyaan besar terhadap governance dan risk management di segmen pembiayaan korporasi di BSI.

Latar Belakang Kasus: Pembiayaan untuk PT DCP

PT DCP bergerak dalam industri konstruksi baja dan galvanis, termasuk manufaktur Angle Steel Rolling Mills dan H-beam, serta perdagangan besar bahan konstruksi. Dengan lokasi kantor pusat di Surabaya, perusahaan ini menerima pembiayaan dari BSI dalam bentuk fasilitas corporate banking. Meskipun rincian nominalnya tidak disebutkan dalam laporan, BPK menekankan bahwa proses analisis kredit tidak memenuhi kriteria risiko dan ketentuan praktik perbankan yang benar.

BPK menemukan dua masalah utama:

Analisis kredit kurang mendalam, sehingga potensi risiko gagal bayar tidak dieksplorasi secara komprehensif.

Agunan belum dikelola sesuai standar, misalnya penilaian, pencatatan, dan monitoring agunan yang lemah, tak sesuai pedoman pembiayaan korporasi.

Implikasi Temuan BPK terhadap BSI

Temuan semacam ini sangat serius karena menyangkut dua fungsi vital bank: fungsi bisnis (pendapatan dari pembiayaan) dan fungsi pengawasan risiko. Ketidaksesuaian prosedur dalam skema kredit besar dapat membuka pintu bagi risiko kredit (non-performing loan), menurunkan kualitas aset bank, serta menimbulkan potensi kerugian finansial jangka panjang.

Selain aspek bisnis, isu ini juga berpotensi merusak kepercayaan stakeholder—baik regulator, investor, maupun publik—terkait pengelolaan corporate governance di BSI.

Standar Prosedur Bisnis Pembiayaan Korporasi: Seberapa Penting Sebenarnya?

Standar dalam bisnis pembiayaan korporasi merupakan acuan operasional yang mengatur seluruh tahapan pembiayaan, mulai dari analisis kelayakan (due diligence), penentuan harga dan tenor, pengelolaan agunan, hingga monitoring pascapencairan. Seluruh hal ini menjadi dasar tata kelola prudent yang wajib dipenuhi oleh bank.

Menurut BPK, berarti BSI belum memenuhi tahapan tersebut secara menyeluruh dalam kasus PT DCP. Ketidaklengkapan dokumen, kekaburan analisis cashflow perusahaan, serta pemeringkatan risiko yang tidak akuntabel menjadi sekelumit risiko internal yang belum tertangani.

PT DCP: Dampak bagi Pemegang Saham dan Industri Baja

Sebagai perusahaan kontraktor baja dan galvanis, PT DCP memanfaatkan fasilitas kredit untuk meningkatkan volume produksi dan modal kerja. Namun, jika kredit tersebut bermasalah atau tak segera dikelola secara baik, bisa berimbas pada malfungsi operasi perusahaan.

Selain itu, reputasi DCP bisa terdampak negatif jika proses pembiayaan ini dipandang sebagai kemudahan yang bukan layak diberikan. Situasi ini seharusnya mendorong BSI untuk memperbaiki mekanisme penjaminan dan pengawasan pembiayaan korporasi ke depan.

Tindak Lanjut dan Upaya Perbaikan

Melalui laporan BPK, pihak BSI sejatinya diharuskan merespon temuan tersebut. Biasanya, bank akan menyusun rencana perbaikan, antara lain:

Memperkuat tim credit analysis dan risk management.

Merevisi pedoman manajemen agunan dan menerapkan monitoring real-time.

Meningkatkan pengawasan pasca pencairan untuk mengantisipasi risiko sejak awal.

Jika langkah ini dilaksanakan dengan konsisten dan terukur, maka BSI bisa memulihkan kepercayaan regulator serta stakeholder lainnya.

Pelajaran Penting bagi Industri Perbankan

Kasus BSI dan PT DCP menunjukkan bahwa kelayakan kredit korporasi tidak boleh dihitung dari potensi bisnis semata. Aspek risiko, agunan, dan pemahaman terhadap industri partner menjadi hal tak terpisahkan dari setiap keputusan pembiayaan.

Temuan BPK tidak boleh hanya menjadi catatan minor. Sebaliknya, harus dijadikan pemicu perbaikan tata kelola secara menyeluruh—dari analisis risiko, dokumentasi, hingga monitoring dan komitmen terhadap prinsip kehati-hatian.

Akhirnya, pelajaran utamanya adalah bahwa keberlanjutan bisnis perbankan bergantung pada kekuatan sistem pengendalian internal, bukan hanya pertumbuhan pembiayaan. Demikian pentingnya kredibilitas bank dalam menerapkan standar yang ketat dan governance yang baik untuk menjaga stabilitas sektor keuangan nasional.

Terkini

Ramalan Karier Mingguan Aries, Taurus, Gemini

Minggu, 13 Juli 2025 | 13:00:00 WIB

Samsung RAM 8 GB Termurah, Cuma Rp2 Jutaan

Minggu, 13 Juli 2025 | 13:08:50 WIB

Apple Siapkan iPhone 17e

Minggu, 13 Juli 2025 | 13:12:03 WIB

Bidan Jayawijaya Jaga Kesehatan Ibu dan Anak

Minggu, 13 Juli 2025 | 13:20:02 WIB