JAKARTA - Transformasi digital bukan hanya milik sektor industri besar. Di kaki Gunung Merapi, perubahan serupa juga terjadi pada pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) berbasis pertanian. Salah satu contohnya adalah Dusun Kardangan di Kecamatan Pakem, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Di wilayah ini, koperasi petani tidak hanya menjadi penggerak ekonomi lokal, tetapi juga pionir digitalisasi sektor hortikultura di Indonesia.
Koperasi Perkumpulan Petani Hortikultura Puncak Merapi (PPHPM) menjadi contoh nyata bagaimana pendampingan pemerintah dan adopsi teknologi digital mampu mengakselerasi produktivitas, efisiensi, dan nilai tambah petani hortikultura — khususnya komoditas cabai dan sayuran.
Transformasi ini bukan hanya soal adopsi teknologi digital untuk pemasaran. Lebih dari itu, ia adalah bentuk pemberdayaan ekonomi yang membangkitkan semangat kewirausahaan kolektif, menjawab tantangan pasar, dan memperkuat daya saing petani lokal.
Pasar Lelang Digital: Solusi Efisien dan Transparan
Inovasi yang paling menonjol dari PPHPM adalah implementasi sistem pasar lelang berbasis digital. Dengan platform ini, petani dapat menjual hasil panennya secara langsung kepada pembeli, termasuk dari luar daerah. Proses transaksi pun dilakukan secara transparan, adil, dan cepat — tanpa perantara yang selama ini sering kali memangkas keuntungan petani.
Sistem ini juga memungkinkan akses harga pasar secara real time, sehingga petani bisa mengambil keputusan dengan lebih bijak. Para pembeli, di sisi lain, merasa lebih percaya diri karena kualitas produk bisa ditelusuri dan dipastikan dari sumbernya langsung.
Langkah inovatif ini mendapatkan dukungan penuh dari pemerintah DIY dan lembaga pendamping, termasuk dalam bentuk pelatihan literasi digital, penyediaan infrastruktur internet, serta perizinan dan legalitas koperasi.
Digitalisasi UMKM DIY: Fenomena Luas yang Didukung Kebijakan
Transformasi di Dusun Kardangan merupakan bagian dari tren yang lebih luas di DIY, di mana sektor UMKM — termasuk pertanian, kuliner, dan kerajinan — mulai beralih ke sistem digital. Penerapan digitalisasi tidak hanya terbatas pada pemasaran, tetapi juga meliputi sistem produksi, manajemen stok, pelaporan keuangan, hingga pelacakan rantai pasok (supply chain tracking).
Pemerintah DIY telah menjadikan penguatan UMKM sebagai salah satu pilar pembangunan ekonomi daerah. Melalui program pelatihan terpadu dan kolaborasi dengan berbagai pihak, UMKM di berbagai kabupaten/kota di DIY kini lebih siap menghadapi era transformasi ekonomi digital.
Dinas Koperasi dan UKM DIY juga secara aktif melakukan pendampingan dan penguatan koperasi berbasis digital. Dalam banyak kasus, koperasi seperti PPHPM menjadi model percontohan yang kini mulai direplikasi di berbagai wilayah dengan kondisi geografis dan potensi ekonomi serupa.
Perubahan Pola Pikir dan Model Bisnis
Transformasi ini tentu tidak berjalan dengan mudah. Perubahan pola pikir (mindset) para pelaku UMKM menjadi tantangan utama. Banyak dari mereka yang sebelumnya skeptis terhadap penggunaan teknologi, kini mulai menyadari bahwa digitalisasi bukan hanya kebutuhan, tapi juga peluang.
Melalui pelatihan intensif dan pendampingan berkelanjutan, para petani anggota koperasi kini lebih percaya diri dalam menggunakan perangkat digital, memahami proses transaksi digital, dan bahkan mulai belajar menggunakan aplikasi perbankan digital untuk transaksi keuangan mereka.
“Aktivitas produksi UMKM di wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) terus menunjukkan kemajuan signifikan, terutama melalui penerapan digitalisasi dan pendampingan yang dilakukan oleh pemerintah,” terang salah satu narasi dalam program penguatan UMKM digital DIY.
PPHPM juga mengalami pergeseran dalam model bisnis. Jika sebelumnya mereka hanya berorientasi pada produksi dan distribusi lokal, kini koperasi mulai memperluas jejaring kemitraan — termasuk dengan perusahaan ritel besar, platform e-commerce, dan lembaga pembiayaan.
Daya Ungkit Ekonomi dan Sosial yang Signifikan
Keberhasilan koperasi di Dusun Kardangan ini tidak hanya berdampak pada peningkatan pendapatan petani. Efek domino dari inovasi ini juga terlihat pada sektor lain, seperti transportasi lokal, jasa pengepakan, dan pengelolaan pascapanen. Dengan meningkatnya permintaan dan volume penjualan, berbagai elemen dalam ekosistem lokal turut tumbuh.
Selain aspek ekonomi, digitalisasi juga membuka peluang inklusi sosial yang lebih luas. Petani muda dan perempuan kini mulai lebih terlibat dalam pengelolaan koperasi, menciptakan regenerasi dalam sektor pertanian yang selama ini identik dengan usia lanjut dan keterbatasan akses teknologi.
Pemerintah juga menilai bahwa pola penguatan koperasi seperti PPHPM ini dapat menjadi alat efektif untuk menjaga stabilitas harga pangan, terutama komoditas strategis seperti cabai dan sayuran yang fluktuatif.
Masa Depan UMKM Digital: Menuju Ekosistem Berkelanjutan
Dengan berbagai pencapaian yang telah diraih koperasi di Dusun Kardangan, pemerintah daerah berharap bahwa model koperasi digital ini akan terus diperluas ke wilayah-wilayah lain. Dukungan terhadap infrastruktur, akses pasar, dan literasi digital menjadi fokus utama dalam roadmap pengembangan UMKM digital DIY 2025–2030.
Kementerian Koperasi dan UKM Republik Indonesia juga telah menyatakan bahwa strategi digitalisasi koperasi akan menjadi program nasional yang diperkuat hingga ke level desa. Sementara itu, kolaborasi dengan startup teknologi dan universitas juga terus digalakkan untuk memperkuat kapasitas teknis koperasi.
“Salah satu contoh nyata terjadi di Dusun Kardangan, Kecamatan Pakem, Kabupaten Sleman, di mana Koperasi Perkumpulan Petani Hortikultura Puncak Merapi (PPHPM) menjadi pusat inovasi pasar lelang komoditas cabai dan sayuran secara digital,” tambah sumber dari pemerintah DIY.
Transformasi yang dilakukan oleh Koperasi PPHPM di Sleman bukan hanya cerita sukses sebuah komunitas petani, tetapi juga potret kemajuan UMKM Indonesia yang tengah berlari mengikuti zaman. Di tengah tantangan globalisasi dan digitalisasi, para pelaku usaha kecil pun mampu membuktikan bahwa dengan pendampingan dan inovasi, mereka bisa menjadi pemain tangguh dalam rantai ekonomi nasional.
Digitalisasi koperasi bukan lagi wacana, tetapi kenyataan yang tengah mengakar di desa-desa produktif Indonesia — dimulai dari kaki Gunung Merapi.