JAKARTA - Olympique Lyonnais, klub Prancis peraih tujuh gelar Ligue 1, dipastikan terdegradasi ke Ligue 2 oleh Direction Nationale du Contrôle de Gestion (DNCG) karena pelanggaran serius terhadap pasal 11 regulasi keuangan. Keputusan ini diumumkan setelah evaluasi menyeluruh terhadap kesehatan finansial klub, yang dinilai tak memadai meski telah menerima beragam dukungan dana dan pembaruan internal.
1. Di Bawah Sorotan Keuangan: Defisit Ratusan Juta Euro
Data resmi yang diaudit DNCG mengindikasikan bahwa Lyon — yang dimiliki oleh Eagle Football Group dan dipimpin oleh John Textor — terbungkus utang mencekik, mencapai antara €500–540 juta. Beberapa poin krusial:
Utang meningkat dari €463 juta menjadi sekitar €505–540 juta dalam hitungan bulan .
Neraca negatif mencapai puluhan juta per tahun, bahkan minus €117 juta pada suatu periode .
Aliran dana segar seperti penjualan saham Crystal Palace senilai €190 juta serta aksi korporat lainnya dinilai tidak cukup memenuhi ambang batas stabilitas
2. Pelanggaran Pasal 11 & Sanksi Administratif
Pasal 11 regulasi DNCG memperbolehkan badan tersebut menjatuhkan sanksi degradasi konservatif sebagai tindakan pencegahan — utamanya bila sebuah klub tidak bisa membuktikan kelangsungan finansial jangka panjang
Pada 15 November 2024, Lyon memperoleh peringatan, larangan transfer, dan ancaman degradasi jika tak memenuhi kondisi finansial.
Setelah audit lanjutan di Juni 2025, DNCG menyatakan keuangan klub tetap rapuh, memicu putusan degradasi administratif untuk musim berikutnya
3. Upaya Klube Lyon & Ekspresi John Textor
Sejak Maret–Juni 2025, Lyon melakukan berbagai langkah untuk menstabilkan keuangan:
Penjualan saham Crystal Palace (77,5%) dengan dana sekitar €190 juta
Pelepasan pemain besar seperti Lacazette, Lopes, Cherki dan Caqueret untuk efisiensi gaji
IPO Eagle Football Holding & suntikan tunai sekitar €83 juta serta perjanjian dengan kreditur
Meski demikian, DNCG menyatakan langkah tersebut belum cukup, dengan Jean-Marc Mickeler, ketua DNCG, menegaskan bahwa dokumen keuangan klub masih belum memenuhi standar minimum
John Textor, sebagai pemilik, menyatakan kekecewaannya terhadap keputusan itu dan menyebutnya sebagai:
“incompréhensible” (tidak dapat dipahami) dan “infondée” (tidak berdasar)
4. Proses Banding & Langkah Selanjutnya
Lyon segera menyerahkan banding dalam waktu 7 hari setelah keputusan. Tim pengacara klub dan manajemen menyiapkan dokumentasi lengkap untuk audiensi komisi banding FFP (Federasi Sepak Bola Prancis) .
Banding ini berharap untuk memulihkan degradasi, dengan argumen bahwa restrukturisasi finansial sedang berjalan sesuai target — namun harapan tipis karena DNCG jarang membalik keputusan administratif.
5. Implikasi Teknis & Kompetisi Musim Depan
Jika degradasi tetap ditaati:
Lyon akan bermain di Ligue 2 musim 2025/26, meski di Ligue 1 finis di posisi 6
Stade de Reims berpeluang mempertahankan tempat di Ligue 1 karena adanya redistribusi.
Klub seperti Lens bisa lolos ke zona kompetisi Eropa (Conference League)
Lyon diperkirakan akan mengalami eksodus pemain, terutama talenta muda seperti Rayan Cherki & Malick Fofana, demi pemenuhan arus kas dan regulator
6. Krisis Keuangan & Era Multi-klub Eagle Football
Model kepemilikan multi-klub Eagle Football Group justru menjadi sorotan:
Tekanan utang, manajemen gaji, hingga pengelolaan aset lintas negara menimbulkan kelemahan struktural
Textor dituding terlalu bergantung pada asset sell-off dan IPO, bukan aliran pendapatan operasional biasa
Ironisnya, klub lain seperti Monaco dan Nantes, yang juga diselidiki, tidak dijatuhi sanksi serupa, menimbulkan pertanyaan mengenai konsistensi DNCG .
7. Dampak Jangka Panjang dan Pesan untuk Klub Eropa
Langkah tegas ini mencerminkan:
Peringatan tegas bagi klub top Eropa agar tak mengedepankan ambisi sportif tanpa dasar finansial.
Standar tertinggi DNCG sebagai regulasi paling ketat di klub sepak bola Eropa, menuntut neraca seimbang dan stabilitas ekonomi.
Potensi model multi-klub global harus dilengkapi pengawasan akuntansi lebih ketat agar tidak mendatangkan risiko besar.
Lyon akan mengawali musim depan di Ligue 2, bukan karena performa di lapangan, melainkan karena roda finansialnya tersendat. Peraturan keuangan ketat telah membuktikan kekuatannya menyeimbangkan pasar sepak bola.
Kasus Lyon menjadi pelajaran penting: ambisi harus diimbangi akuntabilitas. Jika banding gagal, degradasi ini akan menjadi babak baru dalam sejarah klub, memicu perombakan skuat, strategi ekonomi ulang, dan mendefinisikan ulang arah kepemimpinan Eagle Football Group.