JAKARTA - Kinerja emiten properti di Indonesia saat ini masih diwarnai tantangan akibat pelemahan kondisi makroekonomi yang berlangsung beberapa waktu terakhir. Namun, para pelaku industri dan pengamat ekonomi menilai terdapat peluang pemulihan sektor properti yang mulai terlihat seiring adanya potensi pemangkasan suku bunga acuan oleh Bank Indonesia (BI rate) serta penguatan nilai tukar rupiah.
Pelemahan Kondisi Makroekonomi yang Membayangi Emiten Properti
Sejumlah faktor makroekonomi yang kurang kondusif menjadi beban utama bagi emiten properti. Inflasi yang masih tinggi, pertumbuhan ekonomi yang melambat, serta tekanan global dari kenaikan suku bunga bank sentral negara maju, berdampak langsung pada daya beli masyarakat dan minat investasi di sektor properti.
“Kinerja emiten properti memang belum menunjukkan perbaikan signifikan karena masih terimbas oleh kondisi makroekonomi yang melemah,” ungkap pengamat ekonomi dari Universitas Indonesia, Dr. Andri Wijaya, kepada media.
Dr. Andri menambahkan bahwa ketidakpastian ekonomi global juga menjadi faktor eksternal yang membatasi pergerakan sektor properti dalam beberapa kuartal terakhir. “Investor cenderung berhati-hati dalam menanamkan modal pada sektor yang sangat sensitif terhadap perubahan suku bunga dan nilai tukar,” jelasnya.
Potensi Pemangkasan BI Rate sebagai Stimulus Sektor Properti
Meski kondisi saat ini cukup menantang, peluang pemulihan sektor properti mulai terlihat dengan adanya indikasi Bank Indonesia untuk menurunkan suku bunga acuan (BI rate). Pemangkasan suku bunga ini diharapkan dapat menurunkan biaya pembiayaan bagi pengembang maupun konsumen KPR (Kredit Pemilikan Rumah).
Menurut Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Dian Ediana Rae, “Pemangkasan BI rate dapat memberikan stimulus signifikan bagi sektor properti, terutama dalam meningkatkan permintaan dan daya beli masyarakat terhadap produk properti.”
Dengan penurunan suku bunga, biaya kredit menjadi lebih ringan, sehingga potensi untuk menggenjot penjualan rumah maupun apartemen meningkat. Kondisi ini juga dapat mendorong pengembang untuk lebih agresif meluncurkan proyek baru yang selama ini tertunda karena tingginya biaya modal.
Penguatan Rupiah Memperkuat Prospek Pemulihan
Selain potensi pemangkasan BI rate, penguatan nilai tukar rupiah juga dianggap sebagai faktor positif yang dapat membantu pemulihan sektor properti. Nilai tukar yang lebih stabil dan menguat terhadap dolar AS dapat menekan biaya impor bahan baku konstruksi yang selama ini menjadi salah satu komponen biaya terbesar dalam pembangunan properti.
Ekonom senior dari Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Dr. Siti Rahmawati, menyampaikan, “Penguatan rupiah memberikan ruang bagi pengembang untuk menekan biaya produksi, yang pada akhirnya dapat menurunkan harga jual properti dan meningkatkan daya saing produk di pasar domestik.”
Dr. Siti juga menambahkan bahwa penguatan rupiah akan meningkatkan kepercayaan investor, baik lokal maupun asing, terhadap pasar properti Indonesia. “Investor akan lebih percaya diri untuk masuk ke sektor ini apabila nilai tukar stabil dan risiko kurs dapat diminimalisir,” ujarnya.
Tantangan dan Strategi Pemulihan Sektor Properti
Meski terdapat peluang dari sisi kebijakan moneter dan nilai tukar, sektor properti masih menghadapi tantangan yang cukup serius. Salah satunya adalah daya beli masyarakat yang belum sepenuhnya pulih akibat tekanan inflasi dan tingkat pengangguran yang masih cukup tinggi di beberapa daerah.
Pengamat pasar modal dari Universitas Gadjah Mada, Prof. Bambang Sutrisno, menekankan pentingnya strategi yang terintegrasi dari pelaku industri dan regulator. “Stimulus moneter harus diimbangi dengan kebijakan fiskal yang mendukung, serta program subsidi perumahan yang tepat sasaran untuk segmen masyarakat berpenghasilan rendah dan menengah,” kata Prof. Bambang.
Selain itu, para pengembang juga perlu mengadopsi inovasi produk yang sesuai dengan kebutuhan pasar saat ini, seperti hunian vertikal yang lebih terjangkau dan ramah lingkungan, serta meningkatkan layanan purna jual untuk menarik minat konsumen.
Harapan untuk Pertumbuhan Sektor Properti Tahun 2025
Dengan adanya sinyal positif dari potensi pemangkasan suku bunga BI dan penguatan rupiah, pelaku industri properti berharap kinerja emiten akan mulai membaik pada paruh kedua tahun 2025. Para analis pasar modal memperkirakan adanya peningkatan volume penjualan properti dan proyek pembangunan baru yang bisa mempercepat pemulihan sektor ini.
“Jika BI benar-benar menurunkan suku bunga acuan, maka kita bisa melihat rebound signifikan pada sektor properti, terutama di segmen rumah tapak dan apartemen,” ujar Direktur Riset Pasar Modal, Indra Kusuma.
Indra juga mengingatkan bahwa dukungan dari pemerintah melalui regulasi yang mempermudah perizinan dan insentif bagi pengembang sangat dibutuhkan untuk mempercepat pemulihan. “Kolaborasi antara pemerintah, regulator, dan pelaku usaha sangat krusial agar sektor properti dapat kembali tumbuh positif,” tambahnya.
Kinerja emiten properti Indonesia saat ini masih dihadapkan pada tantangan berat akibat pelemahan makroekonomi global dan domestik. Namun, potensi pemangkasan suku bunga acuan Bank Indonesia serta penguatan nilai tukar rupiah membuka peluang optimistis bagi pemulihan sektor ini.
Dengan dukungan kebijakan moneter yang tepat, stabilitas nilai tukar, serta strategi yang inovatif dan terintegrasi dari para pemangku kepentingan, sektor properti diprediksi akan mulai pulih dan kembali menjadi salah satu penggerak utama pertumbuhan ekonomi nasional.
Sebagaimana dikatakan oleh Dr. Andri Wijaya, “Meski tantangan masih ada, peluang untuk bangkit dan tumbuh kembali di sektor properti sangat terbuka, terutama jika didukung kebijakan yang proaktif dan responsif terhadap kebutuhan pasar.”
Pemangku kepentingan di sektor properti dan ekonomi nasional diharapkan dapat terus memantau dinamika ini dan mengambil langkah strategis guna memastikan pertumbuhan yang berkelanjutan dan inklusif di masa depan.