JAKARTA - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) tengah mendorong transformasi dalam industri dana pensiun Indonesia dengan mengedepankan konsep life-cycled funds. Pendekatan ini bertujuan menyesuaikan strategi investasi dengan durasi masa kerja peserta, sehingga dapat meningkatkan hasil investasi dan kesejahteraan pensiun di masa depan.
Strategi Investasi Berdasarkan Tahapan Karier
Kepala Eksekutif Pengawasan Perasuransian, Penjaminan, dan Dana Pensiun OJK, Ogi Prastomiyono, menjelaskan bahwa bagi peserta yang berada di awal masa kerja, investasi sebaiknya difokuskan pada instrumen yang menawarkan imbal hasil tinggi namun tetap terukur risikonya. Sebaliknya, menjelang masa pensiun, portofolio investasi harus beralih ke instrumen yang lebih aman dan likuid, seperti deposito dan surat berharga negara.
"Bagi peserta baru yang masih berada di awal masa kerja, investasi sebaiknya difokuskan pada instrumen yang menawarkan imbal hasil tinggi namun tetap terukur risikonya," ujar Ogi. "Ke depan, kita harap dana pensiun juga berkontribusi di capital market," tambahnya.
Peta Jalan Pengembangan Dana Pensiun 2024–2028
OJK telah meluncurkan Peta Jalan Pengembangan dan Penguatan Dana Pensiun Indonesia 2024–2028, yang mencakup tiga fase utama:
Fase Penguatan Fondasi (2024–2025): Meningkatkan literasi dan inklusi dana pensiun, serta penerapan tata kelola dan manajemen risiko yang baik.
Fase Konsolidasi dan Penciptaan Momentum (2026–2027): Melakukan digitalisasi dana pensiun dan konversi program pensiun sukarela dari manfaat pasti menjadi iuran pasti.
Fase Penyesuaian dan Pertumbuhan (2028): Meningkatkan jumlah peserta dari pekerja informal dan menyediakan instrumen investasi jangka panjang untuk dana pensiun.
"Ini bukan hanya sekedar dokumen, tapi merupakan komitmen bersama dari seluruh stakeholders di industri dana pensiun yang berkolaborasi dan bersinergi untuk mewujudkan sistem pensiun Indonesia yang lebih baik lagi," kata Ogi saat peluncuran peta jalan tersebut.
Tantangan dan Upaya Diversifikasi Investasi
Hingga Maret 2024, portofolio investasi dana pensiun Indonesia masih didominasi oleh instrumen surat berharga negara (SBN), dengan komposisi mencapai 36% dari total investasi. Instrumen lain seperti deposito dan obligasi korporasi masing-masing menyumbang 26% dan 19%. Sementara itu, saham, reksa dana, dan instrumen lainnya hanya berkontribusi sekitar 8% hingga 3%.
Ogi menekankan pentingnya pendalaman pasar dan diversifikasi instrumen investasi untuk mengurangi ketergantungan pada SBN dan meningkatkan imbal hasil investasi. "Perbaikan-perbaikan perlu dilakukan, baik menyangkut masalah peningkatan pendalaman pasar, dan kemudian risk management, government, dan ekosistem industri dana pensiun, serta penerapan standard internasional," ujarnya.
Meningkatkan Kesejahteraan Peserta Pensiun
Salah satu fokus utama OJK adalah meningkatkan manfaat pensiun atau replacement ratio, yang saat ini masih rendah, yakni sekitar 10–15% dari penghasilan terakhir. Standar yang ditetapkan oleh International Labour Organization (ILO) adalah 40%. Untuk itu, OJK mendorong perluasan kepesertaan dana pensiun, termasuk bagi pekerja informal yang saat ini belum ter-cover program pensiun.
"Saya berharap lembaga yang menyelenggarakan program pensiun, baik itu Dana Pensiun Pemberi Kerja (DPPK), maupun Dana Pensiun Lembaga Keuangan (DPLK), dapat memperluas cakupan kepesertaannya," ujar Ogi.
Insentif Pajak untuk Mendorong Kepesertaan
OJK juga mengusulkan pemberian insentif pajak bagi peserta dana pensiun untuk mendorong peningkatan kepesertaan, terutama di kalangan pekerja informal. "Harus ada insentif pajak. Itu penting untuk mendorong masyarakat, khususnya pekerja informal, untuk ikut serta dalam program dana pensiun," kata Ogi.
Penerapan life-cycled funds oleh OJK merupakan langkah strategis untuk menyesuaikan investasi dana pensiun dengan profil risiko peserta berdasarkan tahapan karier mereka. Dengan demikian, diharapkan dapat tercapai keseimbangan antara imbal hasil investasi dan keamanan dana pensiun, serta meningkatkan kesejahteraan peserta di masa pensiun. Dukungan dari seluruh stakeholders, termasuk pemberian insentif pajak, sangat diperlukan untuk mewujudkan tujuan tersebut.